Minggu, 11 Mei 2014

toksik lingkungan



Tugas individu toksikologi lingkungan
Nama   : Muhammad Taslim Nur
Nim     : 70200110060
Proses interaksi zat toksik di Udara
Perpindahan :
1.      Meterologis
Faktor meteorologis mempunyai peranan yang penting dalam menentukan kualitas udara di suatu daerah. Kondisi atmosfer sangat ditentukan oleh berbagai faktor meteorologis, seperti kecepatan dan arah angin, kelembaban, suhu udara, tekanan udara, dan aspek tinggi permukaan. Kadar gas pencemar di udara selain dipengaruhi oleh jumlah sumber pencemar, parameter meteorologi juga mempengaruhi kadar gas pencemar di udara sehingga kondisi lingkungan tidak dapat diabaikan. Kecepatan angin, suhu udara dan kelembaban udara adalah bagian dari parameter meteorologi yang dapat mempengaruhi kadar gas pencemar di udara. Kecepatan angin menentukan kedalaman seberapa banyak udara pencemar tersebut mula-mula tercampur dan ketidak teraturan kecepatan serta arah angin menentukan laju penyebaran pencemar ketika terbawa dalam arah angin. Faktor ini yang menentukan suatu daerah akan tercemar dan seberapa cepat kadar pencemar menipis akibat pencampuran dengan udara lingkungan setelah bahan tersebut meninggalkan sumbernya. Faktor meteorologis akan menentukan penyebaran pencemar di udara ambien, baik yang berasal dari emisi sumber tidak bergerak maupun dari sumber bergerak. Kondisi meteorologi akan menentukan luasan penyebaran pencemar, pola penyebaran, dan jangkauan penyebaran serta jangka waktu penyebarannya.
2.      Difusi
Difusi merupakan peroses penyebaran zat pencemar di udara. Kondisi atmosfer sangat berpengaruh terhadap proses laju difusi atau penyebaran bahan pencemar baik secara vertikal maupun horizontal. Proses difusi zat polutan di udara terbagi dua yaitu difusi molekuler adalah perjalanan penyerapan zat ke dalam atmosfer melalul kontak molekul, pada umumnya perjalanan lambat. Difusi turbulensi adalah penyerapan atau peresapan zat ke dalam atmosfer karena adanya proses turbulensi. Proses turbulensi adalah gerakan massa udara berpusar, sehingga mempercepat penyerapan dan peresapan zat pencemar ke dalam atmosfer Dalam proses difusi, peranan stabilitas. atmosfer sangat penting. Perbedaan nilai stabilitas atmosfer akan menghasilkan perbedaan pola penyebaran atau menghasilkan bentuk kepulan yang berbeda sehngga menghasilkan jarak jangkau dan kemampuan difusi yang berbeda-beda.
3.      Disfersi
Proses dispersi polutan di atmosfer melibatkan tiga mekanisme utama, yaitu gerakan global, fluktuasi turbulensi dan difusi polutan terhadap lingkungan sekitar akibat perbedaan konsentrasi. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap proses dispersi polutan itu sendiri diantaranya adalah faktor atau aspek meteorologis, sifat fisis dan sifat kimia zat polutan, kondisi geografi serta topografi sumber polutan. Karakteristik polutan sangat menentukan keberadaan dan perilaku polutan itu sendiri di atmosfer. Hal ini disebabkan adanya pengaruh dari kondisi fisis dan dinamis atmosfer. Pencemaran udara pada suatu tingkat tertentu dapat merupakan campuran dari satu atau lebih bahan pencemar, baik berupa padatan, cairan, atau gas yang masuk kemudian terdispersi ke udara dan menyebar ke lingkungan sekitarnya. Selain faktor angin, suhu juga turut berpengaruh dalam proses dispersi polutan. Suhu merupakan energi kinetik rata-rata dari pergerakan molekul-molekul, sementara panas adalah salah satu bentuk energi yang dikandung oleh suatu benda.
4.      Presipitasi atau jatuhan
Presipitasi merupakan peristiwa di mana terjadi peroses diatmosfer seperti hujan ataupun salju, lapisan kabut, turbulensi, serta karakteristik permukaan merupakan faktor utama dalam pembersihan atmosfer sehingga zat pencemar dapat terendapkan Proses pembersihan atau penghilangan zat pencemar ini terjadi melalui dua mekanisme, yaitu rain out dan wash out. Rain out terjadi pada saat proses kondensasi dengan partikel pencemar sebagai butir kondensasi. Sedangkan wash out terjadi pada saat air hujan dalam perjalananya menuju permukaan bereaksi dengan partikel-partikel pencemar.
Perubahan bentuk :
1.      Fotolisis
2.      Oksidasi
Proses oksidasi di udara yaitu adanya interaksi zat-zat yang ada di udara sehingga membentuk senyawa lain yang berbahaya bagi kesehatan maupun lingkungan. Misalnya pada Nitrogen dioksida (NO2) adalah gas yang sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia. Nitrogen monoksida (NO) dapat mengalami oksidasi menjadi NO2 yang bersifat racun berbau tajam menyengat hidung dan berwarna merah kecoklatan. Gas NO2 yang terkandung dalam udara dapat membahayakan kesehatan makhluk hidup terutama manusia karena dapat menyebabkan gangguan pernapasan (penurunan kapasitas difusi paru-paru).

Proses interaksi zat toksik di air
Perpindahan :
1.      Penyerapan
Umumnya hanya bagian zat yang berada dalam bentuk terlarut, terdispersi secara molekul yang dapat diabsorbsi. Penyerapan ini sangat ditentukan oleh faktor kadar zat dan lamanya bersentuhan antara zat yang terdapat dalam bentuk yang dapat diabsorpsi dengan permukaan organisme yang berkemampuan mengabsorbsi zat tersebut. Pada pencemaran lingkungan, bagian dosis yang dapat diabsorbsi menentukan derajat eksposisi yang efektif  terhadap organisme.
2.      Pengupan
Penguapan dalam proses interaksi zat toksik dalam air dipengaruhi oleh dinamika ekosistem lingkungan. Seperti halnya pada pestisida dikenal istilah residu. Sedangkan residu itu sendiri merupakan bahan kimia pestisida yang terdapat di atas atau di dalam suatu benda dengan implikasi penuaan (aging), perubahan (alteration) atau kedua-duanya. Residu dapat hilang atau terurai dan proses ini kadang-kadang berlangsung dengan derajat yang konstan. Faktor-faktor yang mempengaruhi ialah penguapan, pencucian, pelapukan (weathering), degradasi enzimatik dan translokasi.
3.      Pengambilan biologis
Perubahan bentuk :
1.      Fotolisis
2.      Hidrolisis
Peroses hidrolisis yang terjadi didalam air dimana terjadi peningkatan nilai pH dalam air, Peningkatan pH terjadi saat proses hidrolisis dimana H+ digunakan untuk mengkatalisis reaksi pemutusan ikatan pada polisakarida, lipid dan protein. Peningkatan pH menunjukkan adanya kegiatan mikroorganisme menguraikan bahan organik seperti karbohidrat yang diuraikan menjadi glukosa. Setelah itu terjadi proses asidogenesis dan asetogenesis. Tahap asidogenesis dilakukan oleh berbagai kelompok mikroorganisme, yang mayoritas adalah mikroorganisme obligat anaerob dan anaerob fakultatif. Pada proses ini terjadi penurunan pH karena adanya asam organik yang dihasilkan seperti asam butirat, propionat, dan asetat. Selanjutnya pH cenderung mengalami peningkatan karena asam organik diuraikan menjadi metana dan karbondioksida.
3.      Oksidasi
Potensial redoks (reduksi dan oksidasi) yang menggambarkan aktivitas elektron di perairan adalah potensi larutan untuk mentransfer elektron dari suatu oksidan kepada reduktan (Libes 1992; Kester 2001). Reduksi-oksidasi atau potensial redoks adalah pengukuran kuantitatif reduksi-oksidasi dari suatu sistem yang dapat diukur dengan elektroda platina dan merupakan elektroda standar 39 hidrogen (Kester 2001). oksidasi adalah proses kehilangan elektron dari suatu persenyawaan kimia dari substansi atau dari atom dan radikalnya. Dalam reaksi redoks, oksigen bersifat sebagai penerima elektron.
Metabolisme :
Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air dan menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Selain itu, peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air, dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme perairan, dan akhirnya mengakibatkan penurunan kandungan oksigen terlarut.
Biodegradasi :
Biodegradasi didefinisikan sebagai suatu proses oksidasi senyawa organik oleh mikroorganisme, baik di tanah, perairan, atau pada instalasi pengolahan air limbah Biodegradasi terjadi karena bakteri dapat melakukan metabolisme zat organik melalui sistem enzim untuk menghasilkan karbon dioksida, air, dan energi. Energi digunakan untuk sintesis, motilitas, dan respirasi.
Peroses interaksi zat toksik di tanah
Perpindahan :
1.      Penyerapan
Penyerapan merupakan peristiwa dimana umumnya hanya terjadi dibagian zat yang berada dalam bentuk terlarut, terdispersi secara molekul yang dapat diabsorbsi. Penyerapan ini sangat ditentukan oleh faktor kadar zat dan lamanya bersentuhan antara zat yang terdapat dalam bentuk yang dapat diabsorpsi dengan permukaan organisme yang berkemampuan mengabsorbsi zat tersebut. Pada pencemaran lingkungan, bagian dosis yang dapat diabsorbsi menentukan derajat eksposisi yang efektif  terhadap organisme.
2.      Sedimentasi
Sedimentasi merupakan proses pengendapan berbagai zat baik itu bersifat toksik maupun non toksik. sedimentasi juga dapat mempengaruhi kondisi habitat meiofauna. Kekeruhan yang disebabkan oleh sedimentasi dapat menghalangi penetrasi cahaya yang masuk ke dalam air dan mengganggu proses fotosintesis alga bentik. Akibatnya, produktivitas primer menjadi rendah dan ketersediaan oksigen di kolom air berkurang. Sedimen yang tersuspensi kembali ke kolom air dapat menyumbat permukaan alat pencernaan pemakan suspensi. Gangguan pada permukaan sedimen dapat menghambat perkembangan larva meiofauna interstisial yang menempel pada permukaan sedimen tersebut. Ukuran butir sedimen juga penting dalam mengontrol kemampuan sedimen untuk menahan dan mensirkulasi air.
3.      Aliran
Aliran air sangat dipengaruhi oleh kondisi dalam air itu sendiri, aliran air berpengaruh terhadap keadaan dan distribusi oraganisme maupun zat toksik dalam air.
4.      Penguapan
Penguapan merupakan proses dimana zat atau polutan
5.      Pencucian
Logam berat memasuki lingkungan tanah melalui penggunaan bahan kimia yang berlangsung mengenai tanah, penimbunan debu, hujan atau pengendapan, pengikisan tanah dan limbah buangan. Interaksi logam berat dan lingkungan tanah dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu proses sorbsi atau desorbsi, difusi pencucian dan degradasi. Pemasok logam berat dalam tanah pertanian antara lain bahan agrokimia (pupuk dan pestisida), asap kendaraan bemotor, bahan bakar minyak, pupuk organik, buangan limbah rumah tangga, industri, dan pertambangan.
6.      Pengambilan biologis
Perubahan bentuk :
1.      Hidrolisis
2.      Oksidasi
3.      Fotolisis
4.      Reduksi
Metabolisme :
metabolisme zat organik melalui sistem enzim untuk menghasilkan karbon dioksida, air, dan energi. Energi digunakan untuk sintesis, motilitas, dan respirasi
Biodegradasi :
Biodegradasi merupakan proses pembuangan dan perubahan yang penting dalam air, sedimen dan tanah. Reaksi mencakup oksidasi, reduksi, hidrolisis dan terkadang penataan ulang dan dipengaruhi oleh bangun molekul dan kepekatan zat polutan, sifat alamiah mikroorganisme, keadaan lingkungan dan suhu.







DAFTAR PUSTAKA
·         Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: ANDI
·         Anonim. 2011. 86 Parameter Pencemaran Udara Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan. Didownload dari : file://86-parameter-pencemaran-udara-dan-dampaknya-terhadap-kesehatan.html.
·         Des W. Connel & Gregory J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta: UI press.
·         Fadil hayat. 2010. Interaksi Zat Kimia.  Didownload dari : file:// INTERAKSI -ZAT-KIMIA-CAB-Fadhil-Hayat/Blog.htm.
·         Yuly. 2012. Dampak Polusi Udara Bagi Kesehatan. Didownload dari : file://dampak-polusi-udara-bagi-kesehatan.html.
·         Hendra. 2012. Bahaya Bahan Toksik Pada Timbal Pb. Didownload dari : file:///F:/bahaya-bahan-toksik-pada-timbal-pb.html.


tingkat pencemaran udara di kota makassar



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Defenisi pencemaran
Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat  tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982).
Zat atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran disebut polutan. Syarat-syarat suatu zat disebut polutan bila keberadaannya dapat menyebabkan kerugian terhadap makhluk hidup. Contohnya, karbon dioksida dengan kadar 0,033% di udara berfaedah bagi tumbuhan, tetapi bila lebih tinggi dari 0,033% dapat rnemberikan efek merusak. Suatu zat dapat disebut polutan apabila:
1.      Jumlahnya melebihi jumlah normal
2.      Berada pada waktu yang tidak tepat
3.      Berada pada tempat yang tidak tepat
Untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai aktivitas industri dan aktivitas manusia, maka diperlukan pengendalian terhadap pencemaran lingkungan dengan menetapkan baku mutu lingkungan. Pencemaran terhadap lingkungan dapat terjadi dimana saja dengan laju yang sangat cepat, dan beban pencemaran yang semakin berat akibat limbah industri dari berbagai bahan kimia termasuk logam berat.
B.     Pengertian Pencemaran udara
Udara bersih adalah udara kering yang berada di atmosfer yang ditemukan pada wilayah pedesaan atau udara yang berada di atas samudra yang jauh dari sumber polusi. Udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Udara yang bersih dan kering disusun oleh zat-zat berikut (Wardhana 2004
Udara di alam tidak pernah ditemukan bersih tanpa polutan sama sekali. Beberapa gas seperti Sulfur Dioksida (SO2), Hidrogen Sulfida (H2S), dan Karbon Monoksida (CO) selalu dibebaskan ke udara sebagai produk sampingan dari proses-proses alami seperti aktivitas vulkanik, pembusukan sampah tanaman, kebakaran hutan, dan sebagainya. Selain disebabkan polutan alami tersebut, polusi udara juga dapat disebabkan oleh aktivitas manusia. Polutan yang berasal dari kegiatan manusia secara umum dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu polutan udara primer (mencakup 90 % jumlah polutan udara seluruhnya) dan polutan udara sekunder (BPLHD Jabar 2007)
Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti.
Pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan/ atau komponen lain ke dalam air atau udara. Pencemaran juga bisa berarti berubahnya tatanan (komposisi) air atau udara oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air/ udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.
Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi dari  komponen pencemar lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya (PP 41 Tahun 2009). Kehadiran bahan atau zat-zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan. Semakin meningkatnya pembangunan secara pesat khususnya di bidang industri dan teknologi serta semakin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil (minyak) menyebabkan udara disekitar (udara ambien) menjadi makin tercemar oleh gas-gas buangan hasil pembakaran.
Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat alami udara mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokal, regional, maupun global.
Pencemar udara dibedakan menjadi dua yaitu, pencemar primer dan pencemar sekunder. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara. Karbon monoksida adalah sebuah contoh dari pencemar udara primer karena ia merupakan hasil dari pembakaran. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar primer di atmosfer. Pembentukan ozon dalam smog fotokimia adalah sebuah contoh dari pencemaran udara sekunder.
Belakangan ini tumbuh keprihatinan akan efek dari emisi polusi udara dalam konteks global dan hubungannya dengan pemanasan global (global warming) yang dipengaruhi oleh;
1.      Kegiatan manusia : transportasi, industri, pembangkit listrik, pembakaran (perapian, kompor, furnace,[insinerator]dengan berbagai jenis bahan bakar, dan gas buang pabrik yang menghasilkan gas berbahaya seperti (CFC)
2.      Sumber alami : gunung berapi, rawa-rawa, kebakaran hutan dan denitrifikasi biologi
3.      Sumber-sumber lain: transportasi amonia, kebocoran tangki klor, timbulan gas metana dari lahan uruk /tempat pembuangan akhir sampah, dan uap pelarut organik.
C.    Pencemaran udara dari kendaraan bermotor
Pengertian pencemaran udara berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 pasal 1 ayat 12 mengenai Pencemaran Lingkungan yaitu pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran yang berasal dari pabrik, kendaraan bermotor, pembakaran sampah, sisa pertanian, dan peristiwa alam seperti kebakaran hutan, letusan gunung api yang mengeluarkan debu, gas, dan awan panas. Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dari komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.
Asap Polusi Kendaraan Bermotor adalah masuknya bahan-bahan pencemar kedalam udara  yang dapat mengakibatkan rendahnya bahkan rusaknya fungsi udara. (Arifin, 2009 : 32) dan Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhana bahkan rusaknya fungsi udara. (Wikipedia, 2010).
Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1407 tahun 2002 tentang Pedoman Pengendalian Dampak Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan manusia. Selain itu, pencemaran udara dapat pula diartikan adanya bahan-bahan atau zat asing di dalam udara yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi udara dari susunan atau keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing tersebut di dalam udara dalam jumlah dan jangka waktu tertentu akan dapat menimbulkan gangguan pada kehidupan manusia, hewan, maupun tumbuhan (Wardhana, 2004).
Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik untuk pergerakannya, dan digunakan untuk transportasi darat. Umumnya kendaraan bermotor menggunakan mesin pembakaran dalam (perkakas atau alat untuk menggerakkan atau membuat sesuatu yg dijalankan dengan roda, digerakkan oleh tenaga manusia atau motor penggerak, menggunakan bahan bakar minyak atau tenaga alam). Kendaraan bermotor memiliki roda, dan biasanya berjalan di atas jalanan
Berdasarkan UU No. 14 tahun 1992 , yang dimaksud dengan peralatan teknik dapat berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan.Pengertian kata kendaraan bermotor dalam ketentuan ini adalah terpasang pada tempat sesuai dengan fungsinya. Termasuk dalam pengertian kendaraan bermotor adalah kereta gandengan atau kereta tempelan yang dirangkaikan dengan kendaraan bermotor sebagai penariknya
Pencemaran kendaraan bermotor dikota besar makin terasa. Pembakaran bensin dalam kendaraan merupakan lebih dari separuh penyebab polusi udara. Disamping karbon monoksida, juga dikeluarkan nitrogen oksida, hidro karbon, belerang oksida, karbon oksida, partikel padatan, dan senyawa-senyawa fosfor timbale. Senyawa ini selalu terdapat dalam bahan bakar dan minyak pelumas mesin. Rancangan mesin dan macam bensin ikut menentukan jumlah pencemaran yang timbul. Akibat dari pembakaran bensin yang tidak sempurna. (mukono 2005)
Karena kendaraan bermotor merupakan sumber polutan CO yang utama, maka daerah-daerah yang berpenduduk padat dengan lalu lintas ramai memperhatikan tingkat polusi CO yang tinggi. Konsentrasi CO pewaktu dalam satu hari dipengaruhi oleh kesibukan atau aktifitas kendaraan bermotor yang ada. (Fardianz, 2006). Hasil pembakaran lainnya yang dikeluarkan kendaraan bermotor seperti Pb yang sebagai bahan tambahan scavenger. Bahan scavenger yaitu etilendibromida (C2H4BR) dan etilendikhlorida(C2H4Ch) tidak hanya CO dan Pb saja yang dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna oleh kendaraan bermotor. Tetapi kendaraan bermotor juga mengeluarkan hidro karbon (HC). (Polar, 2004)
Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung dari kondisi mengemudi, jenis mesin,alat pengendali emisi bahan bakar, suhu operasi dan faktor lain yang semuanya ini membuat pola emisi menjadi rumit. Jenis bahan bakar pencemar yang dikeluarkan oleh mesin dengan bahan bakar bensin maupun bahan bakar solar sebenarnya samasaja, hanya berbeda proporsinya karena perbedaan cara operasi mesin. Secara visua lselalu terlihat asap dari knalpot kendaraan bermotor dengan bahan bakar solar, yang umumnya tidak terlihat pada kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin. (Tri Tugaswati. 2007).
Senyawa-senyawa di dalam gas buang terbentuk selama energi diproduksi untuk mejalankan kendaraan bermotor. Beberapa senyawa yang dinyatakan dapat membahayakan kesehatan adalah berbagai oksida sulfur, oksida nitrogen, dan oksidakarbon, hidrokarbon, logam berat tertentu dan partikulat. Pembentukan gas buang tersebut terjadi selama pembakaran bahan bakar fosil-bensin dan solar didalam mesin. (Tri Tugaswati. 2007).
D.    Gas -gas yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor
Pencemaran udara akibat kendaraan bermotor saat ini semakin memprihatinkan. Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia bertambah rata-rata 12% per tahun dalam kurun waktu 2000-2003. Sementara itu, pertumbuhan kendaraan penumpang dan komersial diproyeksikan mencapai berturut-turut 10% dan 15% per tahun antara tahun 2004-2006. Pada tahun 2004, total penjualan kendaraan penumpang adalah 312.865 unit, sedangkan kendaraan komersial (bus dan truk) mencapai 170.283 unit. Pada akhir tahun 2005 dan selama tahun 2006 jumlah penjualan kendaraan penumpang dan komersial diperkirakan mencapai 550.000 dan 600.000 unit.
Perkiraan persentase pencemar udara di Indonesia dari sumber transportasi dapat dilihat pada tabel berikut:
No
Komponen Pencemar
Persentase
1
CO
70,50%
2
NOx
8,89%
3
Sox
0,88%
4
HC
18,34%
5
Partikel
1,33%
Total
100%
Sumber: Wardhana (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan
1.      Karbon Monoksida (CO)
CO adalah suatu gas yang tak berwarna, tidak berbau dan juga tidak berasa. Gas CO dapat berbentuk cairan pada suhu dibawah -1920C. Gas CO sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dengan udara, berupa gas buangan. Selain itu, gas CO dapat pula terbentuk karena aktivitas industri. Sedangkan secara alamiah, gas CO terbentuk sebagai hasil kegiatan gunung berapi, proses biologi dan lain-lain walaupun dalam jumlah yang sedikit (Wardhana, 2004).
CO yang terdapat di alam terbentuk melalui salah satu reaksi berikut:
·         Pembakaran tidak lengkap terhadap karbon atau komponen yang mengandung karbon.
·         Reaksi antara CO2 dengan komponen yang mengandung karbon pada suhu tinggi.
·         Penguraian CO2 menjadi CO dan O. Berbagai proses geofisika dan biologis diketahui dapat memproduksi CO, misalnya aktivitas vulkanik, pancaran listrik dari kilat, emisi gas alami, dan lain-lain. Sumber CO lainnya yaitu dari proses pembakaran dan industri (Fardiaz, 1992).
Nilai Ambang Batas untuk Gas Karbon monoksida ini adalah sebesar 100 ppm. Menurut Kurniawan, sebagian besar gas CO yang ada diperkotaan berasal dari kendaraan bermotor (80%) dan ini menunjukkan korelasi yang positif dengan kepadatan lalu lintas dan kegiatan lain yang ikut sebagai penyumbang gas CO di atmosfer (Sugiarta, 2008). Hasil penelitian tersebut ditegaskan oleh penelitian yang dilakukan Sastranegara yang menyatakan hal serupa dan menekankan bahwa semakin lama rotasi atau putaran roda kendaraan per menit, semakin besar kadar CO yang diemisikan.
2.      Nitrogen Oksida (NOx)
Nitrogen oksida sering disebut dengan NOx karena oksida nitrogen mempunyai dua bentuk yang sifatnya berbeda, yaitu gas NO2 dan gas NO (Wardhana, 2004). Walaupun ada bentuk oksida nitrogen lainnya, tetapi kedua gas tersebut yang paling banyak diketahui sebagai bahan pencemar udara. Nitrogen dioksida (NO) berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. Reaksi pembentukan NO2 dari NO dan O2 terjadi dalam jumlah relatif kecil, meskipun dengan adanya udara berlebih. Kecepatan reaksi ini dipengaruhi oleh suhu dan konsentrasi NO. Pada suhu yang lebih tinggi, kecepatan reaksi pembentukan NO2 akan berjalan lebih lambat. Selain itu, kecepatan reaksi pembentukan NO2 juga dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen dan kuadrat dari konsentrasi NO. Hal ini berarti jika konsentrasi NO bertambah menjadi dua kalinya, maka kecepatan reaksi akan naik empat kali. Namun, jika konsentrasi NO berkurang setengah, maka kecepatan reaksi akan turun menjadi seperempat (Fardiaz, 1992).
Nitrogen monoksida (NO) tidak berwarna, tidak berbau, tidak terbakar, dan sedikit larut di dalam air (Sunu, 2001). NO terdapat di udara dalam jumlah lebi besar daripada NO. Pembentukan NO dan NO2 merupakan reaksi antara nitrogen dan oksigen di udara sehingga membentuk NO, yang bereaksi lebih lanjut dengan lebih banyak oksigen membentuk NO2 (Depkes).
Kadar NOx di udara daerah perkotaan yang berpenduduk padat akan lebih tinggi dibandingkan di pedesaan karena berbagai macam kegiatan manusia akan menunjang pembentukan NOx, misalnya transportasi, generator pembangkit listrik, pembuangan sampah, dan lain-lain. Namun, pencemar utama NOx berasal dari gas buangan hasil pembakaran bahan bakar gas alam (Wardhana, 2004).
Selain itu, kadar NOx di udara dalam suatu kota bervariasi sepanjang hari tergantung dari intensitas sinar matahari dan aktivitas kendaraan bermotor. Dari perhitungan kecepatan emisi NO diketahui bahwa waktu tinggal rata-rata NO2 di atmosfer kira-kira 3 hari, sedangkan waktu tinggal NO adalah 4 hari dan gas ini bersifat akumulasi di udara yang bila tercampur dengan air akan menyebabkan terjadinya hujan asam (Sugiarta, 2008).
Oksida nitrogen seperti NO dan NO2 berbahaya bagi manusia. Penelitian menunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih beracun daripada NO. Diudara ambient yang normal, NO dapat mengalami oksidasi menjadi NO2 yang bersifat racun. Penelitian terhadap hewan percobaan yang dipajankan NO dengan dosis yang sangat tinggi, memperlihatkan gejala kelumpuhan sistem syarat dan kekejangan. Penelitian lain menunjukkan bahwa tikus yang dipajan NO sampai 2500 ppm akan hilang kesadarannya setelah 6-7 menit, tetapi jika kemudian diberi udara segar akan sembuh kembali setelah 4–6 menit. Tetapi jika pemajanan NO pada kadar tersebut berlangsung selama 12 menit, pengaruhnya tidak dapat dihilangkan kembali, dan semua tikus yang diuji akan mati. NO2 bersifat racun terutama terhadap paru. Kadar NO2 yang lebih tinggi dari 100 ppm dapat mematikan sebagian besar binatang percobaan dan 90% dari kematian tersebut disebabkan oleh gejala pembengkakan paru (edema pulmonari). Kadar NO2 sebesar 800 ppm akan mengakibatkan 100% kematian pada binatang-binatang yang diuji dalam waktu 29 menit atau kurang. Pemajanan NO2 dengan kadar 5 ppm selama 10 menit terhadap manusia mengakibatkan kesulitan dalam bernapas (Darmono, 2006).
3.      Belerang Oksida (Sox)
Ada dua macam gas belerang oksida (SOx), yaitu SO2 dan SO3 . Gas SO2 berbau tajam dan tidak mudah terbakar, sedangkan gas SO3 sangat reaktif. Konsentrasi SO2 di udara mulai terdeteksi oleh indra penciuman manusia ketika konsentrasinya berkisar antara 0,3-1 ppm. Gas hasil pembakaran umumnya mengandung lebih banyak SO2 daripada SO3. Pencemaran SO di udara terutama berasal dari pemakaian batubara pada kegiatan industri, transportasi dan lain sebagainya (Wardhana, 2004).
Pada dasarnya semua sulfur yang memasuki atmosfer diubah dalam bentuk SO2 dan hanya 1-2% saja sebagai SO3. Pencemaran SO2 di udara berasal dari sumber alamiah maupun sumber buatan. Sumber alamiah adalah gunung berapi, pembusukan bahan organik oleh mikroba, dan reduksi sulfat secara biologis. Proses pembusukan akan menghasilkan H2S yang akan berubah menjadi SO. Sedangkan sumber SO2 buatan yaitu pembakaran bahan bakar minyak, gas, dan terutama batubara yang mengandung sulfur tinggi (Mulia, 2005).
Pabrik peleburan baja merupakan industri terbesar yang menghasilkan SOx. Hal ini disebabkan adanya elemen penting alami dalam bentuk garam sulfida misalnya tembaga (CUFeS2 dan CU2S), zink (ZnS), merkuri (HgS) dan timbal (PbS). Kebanyakan senyawa logam sulfida dipekatkan dan dipanggang di udara untuk mengubah sulfida menjadi oksida yang mudah tereduksi. Selain itu sulfur merupakan kontaminan yang tidak dikehendaki di dalam logam dan biasanya lebih mudah untuk menghasilkan sulfur dari logam kasar dari pada menghasilkannya dari produk logam akhirnya. Oleh karena itu, SO2 secara rutin diproduksi sebagai produk samping dalam industri logam dan sebagian akan terdapat di udara (Depkes).
Sox menimbulkan gangguan sitem pernafasan, jika kadar 400-500 ppm akan sangat berbahaya, 8-12 ppm menimbulkan iritasi mata, 3-5 ppm menimbulkan bau.Konsentrasi gas SO2 diudara akan mulai terdeteksi oleh indera manusia (tercium baunya) manakala kensentrasinya berkisar antara 0,3 – 1 ppm. Jadi dalam hal ini yang dominan adalah gas SO2.
4.      Hidrokarbon (HC)
Hidrokarbon terdiri dari elemen hidrogen dan karbon. HC dapat berbentuk gas, cairan maupun padatan. Semakin tinggi jumlah atom karbon pembentuk HC, maka molekul HC cenderung berbentuk padatan. HC yang berupa gas akan tercampur dengan gas-gas hasil buangan lainnya. Sedangkan bila berupa cair maka HC akan membentuk semacam kabut minyak, bila berbentuk padatan akan membentuk asap yang pekat dan akhirnya menggumpal menjadi debu (Depkes).
Sumber HC antara lain transportasi, sumber tidak bergerak, proses industri dan limbah padat. HC merupakan sumber polutan primer karena dilepaskan ke udara secara langsung. Molekul ini merupakan sumber fotokimia dari ozon. Bila pencemaran udara oleh HC disertai dengan pencemaran oleh nitrogen oksida (NOx), maka akan terbentuk Peroxy Acetyl Nitrat dengan bantuan oksigen (Sunu, 2001).
Beberapa dari bahan bahan pencemar ini merupakan senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik dan mutagenik, seperti etilen, formaldehid, benzena, metil nitrit dan hidrokarbon poliaromatik (PAH). Emisi kendaraan bermotor yang mengandung senyawa karsinogenik diperkirakan dapat menimbulkan tumor pada organ lain selain paru. Akan tetapi untuk membuktikan apakah pembentukan tumor tersebut hanya diakibatkan karena asap solar atau gas lain yang bersifat sebagai iritan (Tugaswati, 2004). Menurut Anonim (2004), hidrokarbon di udara akan bereaksi dengan bahan-bahan lain dan akan membentuk ikatan baru yang disebut plycyclic aromatic hidrocarbon (PAH) yang banyak dijumpai di daerah industri dan padat lalu lintas. Bila PAH ini masuk dalam paru-paru akan menimbulkan luka dan merangsang terbentuknya sel-sel kanker. Pengaruh hidrokarbon aromatic pada kesehatan manusia dapat terlihat pada tabel dibawah ini :
Konsentrasi  Jenis Hidrokarbon (ppm)
Dampak Kesehatan
Benzena (C6H6)
100
3000
7500
20000
Iritasi membran mukosa
Lemas setelah ½ – 1 jam
Pengaruh sangat berbahaya setelah pemaparan 1 jam
Kematian setelah pemaparan 5-10 menit
Toluena (C7H8)
200
600
Pusing lemah dan berkunang-kunang setelah pemaparan 8 jam
Kehilangan koordinasi bola mata terbalik setelah pemaparan 8 jam
5.      Partikel
Partikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama dengan bahan atau bentuk pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan secara murni atau sempit sebagai bahan pencemar yang berbentuk padatan (Mulia, 2005). Partikel merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang terbesar di udara dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1 mikron sampai dengan maksimal 500 mikron. Partikel debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara dan masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan. Partikel pada umumnya mengandung berbagai senyawa kimia yang berbeda dengan berbagai ukuran dan bentuk yang berbada pula, tergantung dari mana sumber emisinya (Depkes).
Berbagai proses alami yang menyebabkan penyebaran partikel di atmosfer, misalnya letusan vulkano dan hembusan debu serta tanah oleh angin. Aktivitas manusia juga berperan dalam penyebaran partikel, misalnya dalam bentuk partikel- partikel debu dan asbes dari bahan bangunan, abu terbang dari proses peleburan baja, dan asap dari proses pembakaran tidak sempurna, terutama dari batu arang. Sumber partikel yang utama adalah dari pembakaran bahan bakar dari sumbernya diikuti oleh proses-proses industri (Fardiaz, 1992).
E.     Dampak terhadap kesehatan
Senyawa-senyawa di dalam gas buang terbentuk selama energi diproduksi untuk mejalankan kendaraan bermotor. Beberapa senyawa yang dinyatakan dapat membahayakan kesehatan adalah berbagai oksida sulfur, oksida nitrogen, dan oksida karbon, hidrokarbon, logam berat tertentu dan partikulat. Pembentukan gas buang tersebut terjadi selama pembakaran bahan bakar fosil-bensin dan solar didalam mesin. Dibandingkan dengan sumber stasioner seperti industri dan pusat tenaga listrik, jenis proses pembakaran yang terjadi pada mesin kendaraan bermotor tidak sesempurna di dalam industri dan menghasilkan bahan pencemar pada kadar yang lebih tinggi, terutama berbagai senyawa organik dan oksida nitrogen, sulfur dan karbon.
Selain itu gas buang kendaraan bermotor juga langsung masuk ke dalam lingkungan jalan raya yang sering dekat dengan masyarakat, dibandingkan dengan gas buang dari cerobong industri yang tinggi. Dengan demikian maka masyarakat yang tinggal atau melakukan kegiatan lainnya di sekitar jalan yang padat lalu lintas kendaraan bermotor dan mereka yang berada di jalan raya seperti para pengendara bermotor, pejalan kaki, dan polisi lalu lintas, penjaja makanan sering kali terpajan oleh bahan pencemar yang kadarnya cukup tinggi. Estimasi dosis pemajanan sangat tergantung kepada tinggi rendahnya pencemar yang dikaitkan dengan kondisi lalu lintas pada saat tertentu.
Keterkaitan antara pencemaran udara di perkotaan dan kemungkinan adanya resiko terhadap kesehatan, baru dibahas pada beberapa dekade be lakangan ini. Pengaruh yang merugikan mulai dari meningkatnya kematian akibat adanya episod smog sampai pada gangguan estetika dan kenyamanan. Gangguan kesehatan lain diantara kedua pengaruh yang ekstrim ini, misalnya kanker pada paru-paru atau organ tubuh lainnya, penyakit pada saluran tenggorokan yang bersifat akut maupun khronis, dan kondisi yang diakibatkan karena pengaruh bahan pencemar terhadap organ lain seperti paru, misalnya sistem syaraf. Karena setiap individu akan terpajan oleh banyak senyawa secara bersamaan, sering kali sangat sulit untuk menentukan senyawa mana atau kombinasi senyawa yang mana yang paling berperan memberikan pengaruh membahayakan terhadap kesehatan.
Bahaya gas buang kendaraan bermotor terhadap kesehatan tergantung dari toksiats (daya racun) masing-masing senyawa dan seberapa luas masyarakat terpajan olehnya. Beberapa faktor yang berperan di dalam ketidakpastian setiap analisis resiko yangndikaitkan dengan gas buang kendaraan bermotor antara lain adalah :
1.      Definisi tentang bahaya terhadap kesehatan yang digunakan
2.      Relevansi dan interpretasi hasil studi epidemiologi dan eksperimental
3.      Realibilitas dari data pajanan
4.      Jumlah manusia yang terpajan
5.      Keputusan untuk menentukan kelompok resiko yang mana yang akan dilindungi
6.      Interaksi antara berbagai senayawa di dalam gas buang, baik yang sejenis maupun antara yang tidak sejenis
7.      Lamanya terpajan (jangka panjang atau pendek)
Pada umumnya istilah dari bahaya terhadap kesehatan yang digunakan adalah pengaruh bahan pencemar yang dapat menyebabkan meningkatnya resiko atau penyakit atau kondisi medik lainnya pada seseorang ataupun kelompok orang. Pengaruh ini tidak dibatasi hanya pada pengaruhnya terhadap penyakit yang dapat dibuktikan secara klinik saja, tetapi juga pada pengaruh yang pada suatu mungkin juga dipengaruhi faktor lainnya seperti umur misalnya.
Berdasarkan sifat kimia dan perilakunya di lingkungan, dampak bahan pencemar yang terkandung di dalam gas buang kendaraan bermotor digolongkan sebagai berikut :
1.      Bahan-bahan pencemar yang terutama mengganggu saluran pernafasan.
Organ pernafasan merupakan bagian yang diperkirakan paling banyak mendapatkan pengaruh karena yang pertama berhubungan dengan bahan pencemar udara. Sejumlah senyawa spesifik yang berasal dari gas buang kendaraan bermotor seperti oksida - oksida sulfur dan nitrogen, partikulat dan senyawa-senyawa oksidan, dapat menyebabkan iritasi dan radang pada saluran pernafasan. Walaupun kadar oksida sulfur di dalam gas buang kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin relatif kecil, tetapi tetap berperan karena jumlah kendaraan bermotor dengan bahan bakar solar makin meningkat. Selain itu menurut studi epidemniologi, oksida sulfur bersama dengan partikulat bersifat sinergetik sehingga dapat lebih meningkatkan bahaya terhadap kesehatan.
a.       Oksida sulfur dan partikulat
Sulfur dioksida (SO2) merupakan gas buang yang larut dalam air yang langsung dapat terabsorbsi di dalam hidung dan sebagian besar saluran ke paru-paru. Karena partikulat di dalam gas buang kendaraan bermotor berukuran kecil, partikulat tersebut dapat masuk sampai ke dalam alveoli paru-paru dan bagian lain yang sempit. Partikulat gas buang kendaraan bermotor terutama terdiri jelaga (hidrokarbon yang tidak terbakar) dan senyawa anorganik (senyawa-senyawa logam, nitrat dan sulfat). Sulfur dioksida di atmosfer dapat berubah menjadi kabut asam sulfat (H2SO4) dan partikulat sulfat. Sifat iritasi terhadap saluran pernafasan, menyebabkan SO2 dan partikulat dapat membengkaknya membran mukosa dan pembentukan mukosa dapat meningkatnya hambatan aliran udara pada saluran pernafasan. Kondisi ini akan menjadi lebih parah bagi kelompok yang peka, seperti penderita penyakit jantung atau paru-paru dan para lanjut usia.
b.      Oksida Nitrogen
Diantara berbagai jenis oksida nitrogen yang ada di udara, nitrogen dioksida (NO2) merupakan gas yang paling beracun. Karena larutan NO2 dalam air yang lebih rendah dibandingkan dengan SO2, maka NO2 akan dapat menembus ke dalam saluran pernafasan lebih dalam. Bagian dari saluran yang pertama kali dipengaruhi adalah membran mukosa dan jaringan paru. Organ lain yang dapat dicapai oleh NO2 dari paru adalah melalui aliran darah.
Karena data epidemilogi tentang resiko pengaruh NO2 terhadap kesehatan manusia sampai saat ini belum lengkap, maka evaluasinya banyak didasarkan pada hasil studi eksprimental. Berdasarkan studi menggunakan binatang percobaan, pengaruh yang membahayakan seperti misalnya meningkatnya kepekaan terhadap radang saluran pernafasan, dapat terjadi setelah mendapat pajanan sebesar 100 μg/m3 . Percobaan pada manusia menyatakan bahwa kadar NO2 sebsar 250 μg/m3 dan 500 μg/m3 dapat mengganggu fungsi saluran pernafasan pada penderita asma dan orang sehat.

c.       Ozon dan Oksida lainnya
Karena ozon lebih rendah lagi larutannya dibandingkan SO2 maupun NO2, makahampir semua ozon dapat menembus sampai alveoli. Ozon merupakan  senyawa oksidan yang paling kuat dibandingkan NO2 dan bereaksi kuat dengan jaringan tubuh. Evaluasi tentang dampak ozon dan oksidan lainnya terhadap kesehatan yang dilakukan oleh WHO task group menyatakan pemajanan oksidan fotokimia pada kadar 200-500 μg/m³ dalam waktu singkat dapat merusak fungsi paru-paru anak, meningkat frekwensi serangan asma dan iritasi mata, serta menurunkan kinerja para olaragawan
2.      Bahan-bahan pencemar yang menimbulkan pengaruh racun sistemik
Karbon monoksida dapat terikat dengan haemoglobin darah lebih kuat dibandingkan dari oksigen membentuk karboksihaemoglobin (COHb), sehingga menyebabkan terhambatnya pasokan oksigen ke jaringan tubuh. Pajanan CO diketahui dapat mempengaruhi kerja jantung (sistem kardiovaskuler), sistem syaraf pusat, juga janin, dan semua organ tubuh yang peka terhadap kekurangan oksigen.
Pengaruh CO terhadap sistem kardiovaskuler cukup nyata teramati walaupun dalam kadar rendah. Penderita penyakit jantung dan penyakit paru merupakan kelompok yang paling peka terhadap pajanan CO. Studi eksperimen terhadap pasien jantung dan penyakit pasien paru, menemukan adanya hambatan pasokan oksigen ke jantung selama melakukan latihan gerak badan pada kadar COHb yang cukup rendah 2,7 %. Pengaruh pajanan CO kadar rendah pada sistem syaraf dipelajari dengan suatu uji psikologi. Walaupun diakui interpretasi dari hasil uji seperti ini sulit ditemukan bahwa kadar COHb 16 % dianggap membahayakan kesehatan. Pengaruh bahaya ini tidak ditemukan pada kadar COHb sebesar 5%.
Pengaruh terhadap janin pada prinsipnya adalah karena pajanan CO pada kadar tinggi dapat menyebabkan kurangnya pasokan oksigen pada ibu hamil yang konsekuennya akan menurunkan tekanan oksigen di dalam plasenta dan juga pada janin dan darah. Hal ini dapat menyebabkan kelahiran prematur atau bayi lahir dengan berat badan rendah dibandingkan normal.
Menurut evaluasi WHO, kelompok penduduk yang peka (penderita penyakit jantung atau paru-paru) tidak boleh terpajan oleh CO dengan ka dar yang dapat membentuk COHb di atas 2,5%. Kondisi ini ekivalen dengan pajanan oleh CO dengan kadar sebesar 35 mg/m3 selama 1 jam, dan 20 mg/mg selama 8 jam. Oleh karena itu, untuk menghindari tercapainya kadar COHb 2,5-3,0 % WHO menyarankan pajanan CO tidak boleh melampaui 25 ppm (29 mg/m3) untuk waktu 1 jam dan 10 ppm (11,5 mg/mg3) untuk waktu 8 jam.
3.      Bahan pencemar yang dicurigai menimbulkan kanker
Pembakaran didalam mesin menghasilkan berbagai bahan pencemar dalam bentuk gas dan partikulat yang umumnya berukuran lebih kecil dari 2μm. Beberapa dari bahanbahan pencemar ini merupakan senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik dan mutagenik, seperti etilen, formaldehid, benzena, metil nitrit dan hidrokarbon poliaromatik (PAH). Mesin solar akan menghasilkan partikulat dan senyawa-senyawa yang dapat terikat dalam partikulat seperti PAH, 10 kali lebih besar dibandingkan dengan mesin bensin yang mengandung timbel. Untuk beberapa senyawa lain seperti benzena, etilen, formaldehid, benzo(a)pyrene dan metil nitrit , kadar di dalam emisi-mesin bensin akan sama besarnya dengan mesin solar.
Mengesampingkan pengaruh yang langka akibat pencemaran, seperti penyakit tumor dan kangker semata-mata berdasarkan hasil studi epidemiologi yang negatif, sebenarnya kurang tepat. Pada studi yang melibatkan populasi kecil (misalnya 1000 orang) terasa wajar apabila hasil studi tentang sejenis tumor yang hanya terjadi pada beberapa kasus per 100.000 orang, menjadi negatif. Kesulitan menjadi lebih besar apabila pengaruh yang dicari tersebut dapat timbul karena hal lain, dapat diperkirakan bahwa persentase peningkatan dalam prevalensi akan sangat kecil.
Hal yang sama ditemukan pada studi eksperimental. Di dalam studi eksperimental, adanya hubungan antara dosis dan respons untuk dosis rendah sangat sulit untuk dibuktikan, karena kecilnya jumlah orang yang dapat diteliti. Pengaruh jangka panjang bisa dilaksanakan pada binatang percobaan, tetapi lagi-lagi di dalam mengekstrapolasikan penemuan tersebut untuk manusia sering tidak pasti. Hal yang sering ditemui dalam studi eksperimental seperti ini adalah kesulitan untuk mensimulasikan kondisi pajanan yang sebenarnya.
Karena itu maka evaluasi secara ilmiah tentang dampak dari suatu pencemaran terhadap kesehatan, apabila mungkin, harus didasarkan pada sifat kimiawi dari tiap senyawa, metabolismenya dan sifat umum lainnya, di samping yang juga ditemukan dalam studi epidemiologi dan eksperimental.
F.     Penanggulangan pencemaran udara oleh emisi buang kendaraan bermotor
Untuk menanggulangi pencemaran udara akibat kendaraan bermotor,diperlukan usaha yang membutuhkan dukungan dari segala pihak. Contohnya seperti mensosialisasikan pemasangan ‘catalyst and converter kit’ yakni converter yang dipasang di saluran pembuangan (knalpot) pada kendaraan bermotor. Catalyst and converter kit yang sekarang dikembangkan menggunakan bahan Rhodium yang mampu mengubah NOx dan COx menjadi NO2 (Nitrogen +Oxygen) dan CO2 (Carbon + Oxygen). (Komite Penghapusan Bensin Bertimbal. 1999.)
Untuk di sekitar daerah perkotaan dan jalan raya yang padat, dapatditanami tanaman atau pepohonan yang memiliki banyak daun agar proses fotosintesis oleh tumbuhan di siang hari dapat menyerap karbondioksida denganlebih banyak. (Komite Penghapusan Bensin Bertimbal. 1999.)
Namun selain cara diatas, sebenarnya banyak yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan akibat pencemaran udara yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Namun hanya sedikit yang mau menerapkannya karena kurangnya kesadaran akan lingkungan. Yang perlu diperbaiki sebenarnya adalah manusia yang melakukan pencemaran udara itu sendiri. Kesadaran akan lingkungan yang kurang menyebabkan manusia itu tidak mau tahu akan kerusakan lingkungan yang dilakukannya. Namun terlepas dari semua itu apabila adakesadaran akan lingkungan, sebenarnya ada beberapa usaha yang dapat dilakukanguna mengurangi dampak dari pencemaran udara itu sendiri yang diantaranya adalah:
a.       Usaha dari Pihak Pemerintah dan Dinas Perhubungan:
1.      Pemberian keringanan pajak untuk bea-impor  conversion kit , sehingga harga jualnya dapat ditekan dan terjangkau oleh masyarakat.
2.      Peraturan pemerintah yang mewajibkan kepada Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) untuk memasang Catalytic Converter  pada setiap kendaraan baru yang sudah diproduksi.
3.      Penerbitan surat intruksi agar diadakan penelitian pengembangan bahan bakar nabati (BBN) yang lebih intensif oleh intansi-intansi bidang energy.
4.      Penerbitan surat keputusan mengenai jumlah kendaraan bermotor yang diperbolehkan diproduksi di Indonesia dan masing-masing daerah.
5.      Penarikan dan pembatasan mobil dinas pribadi dan pengadaan bus-bus angkutan bagi pegawai negeri sipil di masing-masing intansi guna menekan jumlah kendaraan bermotor.
6.      Melakukan perluasan jalan raya agar tidak terjadi kemacetan, karenadalam kemacetan emisi buang kendaraan bermotor relatif tinggi.
b.      Usaha dari Pihak Masyarakat
1.      Hindari pemakaian kendaraan bermotor apabila dapat ditempuh dengan jalan kaki (ke mesjid misalnya).
2.      Lakukan perawatan terhadap kendaraan bermotor anda agar mesinnya tetap berfungsi baik dan dapat melakukan pembakaran dengan sempurna dan memasang filter atau ‘Ncatalyst kit’ yang dianjurkan pada knalpot
3.      Mengurangi aktivitas di luar rumah yang tidak perlu dan mempergunakan kendaran bermotor
4.      Usaha dari Pihak Swasta (Produsen Kendaraan Bermotor
5.      Memasang filter atau catalyst kit´ pada kendaraan yang diproduksi.
6.      Pengurangan kapasitas mesin agar pembakaran lebih sedikit, efisien dan hemat BBM.








BAB III
METODE PENELITIAN
A.      Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah survey deskriptif yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran pencemaran udara dari gas  buang emisi kendaraan bermotor di wilayah makassar
B.       Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada dalam wilayah Propinsi Sulawesi Selatan yaitu Kota Makassar. Penetapan lokasi penelitian dengan pertimbangan sebagai berikut:
c.       Merupakan Pusat Kawasan Strategis Nasional di kawasan timur Indonesia.
d.      Merupakan Kota Metropolitan yang berbatasan dengan 3 Kabupaten (Kabupaten Maros, Gowa dan Takalar).
e.       Pertumbuhan jumlah kendaraan yang cukup pesat (10 – 15% per tahun)
C.      Populasi Dan Sampel
1.      Populasi
Populasi penelitian atau universe adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2005).
Populasi yang penulis gunakan sebagai objek penelitian yaitu semua jalan raya yang terletak di kota Makassar yang terpapar dengan emisi gas buang dari kendaraan bermotor
2.      Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi   (Notoatmodjo, 2005).
Sampel penelitian yang diambil yaitu sebagian jalan raya yang ada di kota Makassar (Jl. Ahmad Yani, Jl. Sultan Alauddin, dan Perintis Kemerdekaan)


D.      Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, instrument yang digunakan adalah dengan observasi langsung dan melihat beberapa literatur tentang emisi gas buang dari kendaraan bermotor di kota Makassar.
E.       Analisis Dan Penyajian Data
Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dilanjutkan dengan penyajian data dengan memberikan gambaran tentang emisi gas buang kendaraan bermotor di kota Makassar.
















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Kota Makassar termasuk daerah yang beriklim tropis, karena letaknya menghampiri garis khatulistiwa. Berdasarkan pencatatan Stasiun Meteorologi Maritim Paotere, karakteristik iklim Kota Makassar pada tahun 2009 sebagai berikut (BPS, 2010):
1.      Kelembaban udara berkisar antara 67% (bulan Agustus) - 90% (bulan Januari) dengan lama penyinaran matahari rata-rata 70 persen.
2.      Curah hujan tahunan rata-rata 2560.8 mm, dimana curah hujan tertinggi dicapai pada bulan Januari dengan rata-rata 922.8 mm/bulan dan terendah pada bulan Oktober berkisar 15.7 mm/bulan dengan jumlah hari hujan sekitar 128 hari hujan per tahun.
3.      Temperatur udara rata-rata di Kota Makassar berkisar antara 26.2 – 29.3° C.
4.      Kecepatan angin rata-rata 5.2 Knot/Jam
Menurunnya kualitas udara ternyata telah secara nyata dirasakan oleh masyarakat. Studi yang dilakukan oleh KNLH (2006) di lima kota besar Indonesia antara lain DKI Jakarta, Surabaya, Medan, Banjarmasin dan Makassar menunjukkan 90% dari jumlah total responden percaya bahwa kualitas udara sudah sangat buruk. Studi ini juga menunjukkan bahwa 82% dari responden percaya bahwa buruknya kualitas udara memberikan dampak negatif bagi kesehatan, 67% responden berpendapat bahwa sektor transportasi merupakan penyebab utama dari pencemaran udara yang terjadi.
Perkembangan kota dan pertumbuhan jumlah kendaraan serta pemakaian bahan bakar minyak sebagai sumber energi yang tak terbarukan dan penghasil emisi karbon tertinggi menyebabkan total emisi karbon dioksida (CO2) akan bersifat sebagai gas rumah kaca dan sangat berpotensi dalam pemanasan global atau pun perubahan iklim yang akan berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi dan kualitas hidup warga kota.
Kota Makassar sebagai salah satu kota metropolitan dengan jumlah kendaraan yang sangat padat berpotensi mengalami kondisi yang seperti di atas, disamping semakin berkurangnya daya dukung lingkungan, baik yang disebabkan oleh polusi dari industri dan rumah tangga maupun dari emisi kendaraan yang jumlah pencemaranya lebih besar dibanding yang lainya.
Berdasarkan data kualitas udara ambien Kota Makassar yang diukur dari tahun 2001-2005 di beberapa lokasi yang dijadikan sebagai sampel  yaitu : pusat kota di Lapangan Karebosi dan di depan Stadion Mattoanging, kawasan pemukiman di Panakukkang, jalan Urip Sumoharjo, kawasan perdagangan di Pasar Sentral dan Pasar pannampu, dan kawasan industri di depan PT. Berdikari dan Kawasan Industri Makassar (KIMA).
Hasil pengukuran tersebut menyimpulkan bahwa kondisi udara berdasarkan parameter pencemar dan indikasi sumbernya (Bapeda Kota Makassar, 2001-2005) yaitu :
a.       Karbon monoksida (CO) dengan baku mutu 24 jam : 150 ug/Nm3. Walaupun tidak melampaui baku mutu (PP No. 41 Tahun 1999) kadar CO tertinggi di Pasar Pannampu (44,96 ug/Nm3) dan jalan Urip Sumoharjo (44,57 ug/Nm3)  serta terendah di Lapangan Karebosi (16,46 ug/Nm3).
b.      Nitrogen Diksida (NO2) dengan baku mutu 24 jam : 150 ug/Nm3. Walaupun tidak melampaui baku mutu (PP No. 41 Tahun 1999) kadar NO2 tertinggi di PT. Berdikari (93,17 ug/Nm3), Panakkukang (81,53 ug/Nm3), KIMA (68,33 ug/Nm3), dan Pasar Sentral (68,33 ug/Nm3) serta terendah di Stadion Mattoangin (4.08 ug/Nm3).
c.       Oksidan (O3) dengan baku mutu 1 jam : 235 ug/Nm3. Walaupun tidak melampaui baku mutu (PP No. 41 Tahun 1999) kadar O3 tertinggi di Panakkukang (89,98 ug/Nm3) dan terendah di Pasar Pannampu (17,34 ug/Nm3).
d.      Sulfur Dioksida (SO2) dengan baku mutu 24 jam : 365 ug/Nm3. Walaupun tidak melampaui baku mutu (PP No. 41 Tahun 1999)  tertinggi di jalan Urip Sumoharjo (332 ug/Nm3), dan di lapangan karebosi (262,27 ug/Nm3) serta terendah di panakkukang (5,14 ug/Nm3).
e.       Debu (TSP) dengan baku mutu 24 jam : 230 ug/Nm3. Telah melampaui baku mutu (PP No. 41 Tahun 1999) tertinggi di jalan Urip Sumoharjo (622 ug/Nm3) dan Lapangan Karebosi (609 ug/Nm3) serta terendah di KIMA (109 ug/Nm3).
f.       Timbal (Pb) dengan baku mutu 24 jam : 2 ug/Nm3. Telah melampaui baku mutu (PP No. 41 Tahun 1999) di Pasar Pannampu (2,21 ug/Nm3) dan jalan Urip Sumoharjo (2,15 ug/Nm3) dan terendah di Lapangan Karebosi (0,142 ug/Nm3).
Berdasarkan data hasil pemantauan diatas dapat disimpulkan bahwa sumber pencemaran udara di Kota Makassar adalah emisi dari kendaraann bermotor, karena berdasarkan lokasi pengamatan dengan tingkat pencemaran tertinggi terdapat di kawasan yang padat lalu lintas dan padat pemukiman penduduk. Sedangkan kualitas udara di kawasan lain yang tidak padat lalu lintas relatif masih dibawah nilai baku mutu udara ambien.
Dari data penelitian tahun 2006 tingkat emisi kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar di kota Makassar yang dilakukan pengamatan selama  tiga hari di lokasi penelitian yaitu balai kota Makassar Jl. Ahmad Yani, Jl. Perintis Kemerdekaan dan Jl. Sultan Alauddin. Yaitu :



Tabel 1. Hasil uji emisi gas buang kendaraan bermotor Kota Makassar 2006
Berdasarkan hasil pengujian diatas yang dilakukan tiga hari di tiga lokasi diatas dapat disimpulkan bahwa dari tiga lokasi yang menjadi titik sampel penelitian kadar emisi paling tinggi yaitu gas CO2 rata-rata sebesar 10,78 % sedangkan nilai emisi idealnya untuk gas CO2 yaitu > 12,0 % sehingga dalam hal ini dinilai tidak ideal, tingginya gas CO2 akan berdampak Selain aktivitas pembakaran sampah non-organik yang menimbulkan asap hitam yang mengepul di udara, sistem pernafasan kita juga menghasilkan gas karbondioksida, hanya saja gas karbondioksida yang keluar dari sistem pernafasan kita tidak menimbulkan dampak negatif yang berarti, sebab pembakaran zat makanan oleh oksigen di dalam tubuh kita merupakan pembakaran sempurna, sedangkan pembakaran sampah non-organik merupakan pembakaran tidak sempurna karena menghasilkan asap yang mengganggu pernafasan dan juga mencemari udara di lingkungan sekitar dengan gas karbondioksida yang beracun. Pembakaran sempurna tidak menghasilkan kepulan asap yang mengganggu sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan, sedangakan pembakaran yang tidak sempurna seperti inilah yang seharusnya kita hindari, sebab dengan adanya pembakaran tidak sempurna ini dapat merusak lapisan ozon yang selama ini telah melindungi kita dari sengatan sinar matahari yang dapat membakar kulit.
Kadar emisi gas karbon monoksida (CO) rata-rata sebesar 3,79 % sedangkan nilai idealnya untuk gas CO yaitu < 2,0 % sehingga dinilai tidak ideal. Tingginya konsentrasi gas CO di udara utamanya disebabkan oleh kegiatan kendaraan bermotor maupun kegiatan atau aktifitas industri. Hal ini dapat berdampak bagi lingkungan maupun kesehatan.
Orang yang rentan terpajan dengan gas CO  termasuk polisi lalu lintas atau tukang pakir, pekerja bengkel mobil, petugas industri, masyarakat umum dan pemadam kebakaran. Karbon monoksida sangatlah beracun, Paparan dengan karbon monoksida dapat mengakibatkan keracunan sistem saraf pusat dan jantung. Karbon monoksida juga memiliki efek-efek buruk bagi bayi dari wanita hamil. Gejala dari keracunan ringan meliputi sakit kepala dan mual-mual pada konsentrasi kurang dari 100 ppm. Konsentrasi serendah 667 ppm dapat menyebabkan 50% hemoglobin tubuh berubah menjadi karboksihemoglobin (HbCO). Karboksihemoglobin cukup stabil, namun perubahan ini reversibel. Karboksihemoglobin tidaklah efektif dalam menghantarkan oksigen, sehingga beberapa bagian tubuh tidak mendapatkan oksigen yang cukup. Sebagai akibatnya, paparan pada tingkat ini dapat membahayakan jiwa.
Hidrokarbon (HC) terjadi karena bahan bakar belum terbakar tetapi sudah terbuang bersama gas buang akibat pembakaran kurang sempurna dan penguapan bahan bakar. Senyawa hidrokarbon (HC) dibedakan menjadi dua yaitu bahan bakar yang tidak terbakar sehingga keluar menjadi gas mentah, serta bahan bakar yang terpecah karena reaksi panas berubah menjadi gugusan HC lain yang keluar bersama gas buang. Senyawa HC akan berdampak terasa pedih di mata, mengakibatkan tenggorokan sakit, penyakit paru-paru dan kanker.
Berdasarkan data dari tabel di atas  Kadar emisi gas Hidrokarbon (HC) rata-rata sebesar 748 ppm, sedangkan nilai idealnya < 200 ppm sehingga dinilai tidak ideal atau mencemari lingkungan. Berdasarkan studi litelatur yang dilakukan ditemukan bahwa penyumbang gas Hidrokarbon terbesar berasal dari kendaraan bermotor, hal ini semakin diperparah dengan semakin menigkatnya jumlah kendaraan dan kondisi lingkungan yang semakin kritis.
Emisi gas buang kendaraan dan kualitas udara ambien di Kota Makassar secara langsung saling mempengaruhi, karena semakin tinggi emisi gas buang kendaraan dalam jumlah kumulatif di jalan raya akan mempengaruhi kualitas udara secara keseluruhan.
Berdasarkan dari data tabel diatas secara umum dapat disimpulkan bahwa di lokasi yang menjadi titik sampel penelitian teridentifikasi tingkat emisi rata-rata kendaraan di wilayah pusat kota kecamatan Ujungpandang (Jl. Ahmad Yamin) adalah rendah, di wilayah transisis kota kecamatan Panakukkang (Jl. Sultan Alauddin) adalah sedang, dan di wilayah pinggiran kota kecamatan Biringkanaya (Jl. Perintis Kemerdekaan) adalah tinggi.
Selain itu kualitas udara ambien di lokasi penelitian sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya tingginya aktifitas penduduk serta tingkat kepadatan lalu lintas kendaraan, sehingga kualitas udara ambien Kota dalam jangka waktu panjang terus mengalami penurunan sejalan dengan semakin menigkatnya jumlah emisi kendaraan.








BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.     Saran
1.      Perlunya pengimplementasian kebijakan penggunaan transportasi massal (busway), bahan bakar ramah lingkungan (BBG), dan inspection & maintenance untuk tetap menjaga kualitas udara di Kota Makassar.
2.      Pengimplementasian kebijakan yang mendukung pemanfaatan bahan bakar alternatif ramah lingkungan sebagai subtitusi BBM untuk mereduksi beban emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar.
3.      Perlunya dilakukan pemantauan secara perodik kualitas udara ambien di beberapa titik yang rawan terjadi pencemaran polutan untuk mengetahui tingkat kualitas udara sehingga dapat dilakukan pengendalian yang efektif.
4.       Perlunya suatu kebijakan lingkungan berbasis insentif ekonomi yang dapat dimanfaatkan untuk membangun berbagai fasilitas transportasi publik dalam rangka mengatasi pencemaran udara dari emisi kendaraan bermotor,  perbaikan lingkungan secara umum.







DAFTAR PUSTAKA
Endriawan. 2013. Pencemaran Udara dan Solusinya. Di download tanggal 11 juni 2013, dari : http://ejiendriawan.blogspot.com/2013/04/pencemaran-udara-solusinya.html
Wahyu. 2008. Perlunya Uji Emisi Kendaraan Bermotor di Jakarta. Di download tanggal 11 juni 2013, dari  : http://wahyuset.wordpress.com/2008/10/16/ perlunya-uji-emisi-kendaraan-bermotor-di-jakarta/.
Siswantoro. 2011. Lagiyono Dkk. Analisa Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor 4 Tak Berbahan Bakar Campuran Premium Dengan Variasi Penambahan Zat Adiktif.  Jurnal Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Pancasakti Tegal.
------------. 2006. Penilaian dan Penataan Kawasan Rawan Polusi Emisi Kendaraan. Jurnal Institut Pertanian Bogor.
Londo, Paulus. 2012. Kemacetan Lalu Lintas Timbulkan Penyakit. Di download tanggal 11 juni 2013, dari http://kompasina.com/2012/06/20/kemacetan-lalu-lintas-timbulkan-penyakit/.
Anonim. 2009. Dampak CO2 terhadap O3. Di download tanggal 10 juni 2013, dari http://www.kulinet.com/baca/dampak-co2-terhadap-o3/357/.