BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Defenisi pencemaran
Polusi
atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,
zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau berubahnya tatanan
lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas
lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan
menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya
(Undang-undang Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982).
Zat atau bahan yang dapat
mengakibatkan pencemaran disebut polutan. Syarat-syarat suatu zat disebut
polutan bila keberadaannya dapat menyebabkan kerugian terhadap makhluk hidup.
Contohnya, karbon dioksida dengan kadar 0,033% di udara berfaedah bagi
tumbuhan, tetapi bila lebih tinggi dari 0,033% dapat rnemberikan efek merusak. Suatu zat dapat disebut polutan
apabila:
1. Jumlahnya melebihi jumlah normal
2. Berada pada waktu yang tidak tepat
3. Berada pada tempat yang tidak tepat
Untuk mencegah terjadinya pencemaran
terhadap lingkungan oleh berbagai aktivitas industri dan aktivitas manusia,
maka diperlukan pengendalian terhadap pencemaran lingkungan dengan menetapkan
baku mutu lingkungan. Pencemaran terhadap lingkungan dapat terjadi dimana saja
dengan laju yang sangat cepat, dan beban pencemaran yang semakin berat akibat
limbah industri dari berbagai bahan kimia termasuk logam berat.
B.
Pengertian Pencemaran udara
Udara
bersih adalah udara kering yang berada di atmosfer yang ditemukan pada wilayah
pedesaan atau udara yang berada di atas samudra yang jauh dari sumber polusi.
Udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap,
tergantung pada suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Udara yang
bersih dan kering disusun oleh zat-zat berikut (Wardhana 2004
Udara
di alam tidak pernah ditemukan bersih tanpa polutan sama sekali. Beberapa gas
seperti Sulfur Dioksida (SO2), Hidrogen Sulfida (H2S), dan Karbon Monoksida
(CO) selalu dibebaskan ke udara sebagai produk sampingan dari proses-proses
alami seperti aktivitas vulkanik, pembusukan sampah tanaman, kebakaran hutan,
dan sebagainya. Selain disebabkan polutan alami tersebut, polusi udara juga
dapat disebabkan oleh aktivitas manusia. Polutan yang berasal dari kegiatan
manusia secara umum dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu polutan udara primer
(mencakup 90 % jumlah polutan udara seluruhnya) dan polutan udara sekunder (BPLHD Jabar 2007)
Pencemaran udara adalah kehadiran
satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah
yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu
estetika dan kenyamanan, atau merusak properti.
Pencemaran adalah masuk atau
dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan/ atau komponen lain ke dalam air
atau udara. Pencemaran juga bisa berarti berubahnya tatanan (komposisi) air
atau udara oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air/ udara
menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.
Pencemaran udara adalah masuknya
atau dimasukkannya zat, energi dari
komponen pencemar lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia
sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya (PP 41 Tahun 2009). Kehadiran bahan
atau zat-zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara
dalam waktu yang cukup lama dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan dan
tumbuhan. Semakin meningkatnya pembangunan secara pesat khususnya di bidang
industri dan teknologi serta semakin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor
yang menggunakan bahan bakar fosil (minyak) menyebabkan udara disekitar (udara
ambien) menjadi makin tercemar oleh gas-gas buangan hasil pembakaran.
Pencemaran udara dapat ditimbulkan
oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan
fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai
polusi udara. Sifat alami udara mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat
bersifat langsung dan lokal, regional, maupun global.
Pencemar udara dibedakan menjadi dua
yaitu, pencemar primer dan pencemar sekunder. Pencemar primer adalah substansi
pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara. Karbon
monoksida adalah sebuah contoh dari pencemar udara primer karena ia merupakan
hasil dari pembakaran. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang
terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar primer di atmosfer. Pembentukan ozon
dalam smog fotokimia adalah sebuah contoh dari pencemaran udara sekunder.
Belakangan ini tumbuh keprihatinan
akan efek dari emisi polusi udara dalam konteks global dan hubungannya dengan
pemanasan global (global warming) yang dipengaruhi oleh;
1. Kegiatan manusia : transportasi,
industri, pembangkit listrik, pembakaran (perapian, kompor,
furnace,[insinerator]dengan berbagai jenis bahan bakar, dan gas buang pabrik
yang menghasilkan gas berbahaya seperti (CFC)
2. Sumber alami : gunung berapi,
rawa-rawa, kebakaran hutan dan denitrifikasi biologi
3. Sumber-sumber lain: transportasi
amonia, kebocoran tangki klor, timbulan gas metana dari lahan uruk /tempat
pembuangan akhir sampah, dan uap pelarut organik.
C.
Pencemaran udara dari kendaraan
bermotor
Pengertian pencemaran udara
berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 pasal 1 ayat 12 mengenai
Pencemaran Lingkungan yaitu pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia
seperti pencemaran yang berasal dari pabrik, kendaraan bermotor, pembakaran
sampah, sisa pertanian, dan peristiwa alam seperti kebakaran hutan, letusan
gunung api yang mengeluarkan debu, gas, dan awan panas. Menurut Peraturan
Pemerintah RI nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara,
pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dari komponen
lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi
fungsinya.
Asap Polusi Kendaraan Bermotor
adalah masuknya bahan-bahan pencemar kedalam udara yang dapat mengakibatkan rendahnya bahkan
rusaknya fungsi udara. (Arifin, 2009 : 32) dan Pencemaran udara adalah
kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer
dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhana
bahkan rusaknya fungsi udara. (Wikipedia, 2010).
Sedangkan berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan RI nomor 1407 tahun 2002 tentang Pedoman Pengendalian Dampak
Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat,
energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara oleh kegiatan manusia, sehingga
mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan atau mempengaruhi
kesehatan manusia. Selain itu, pencemaran udara dapat pula diartikan adanya
bahan-bahan atau zat asing di dalam udara yang menyebabkan terjadinya perubahan
komposisi udara dari susunan atau keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat
asing tersebut di dalam udara dalam jumlah dan jangka waktu tertentu akan dapat
menimbulkan gangguan pada kehidupan manusia, hewan, maupun tumbuhan (Wardhana, 2004).
Kendaraan
bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik untuk
pergerakannya, dan digunakan untuk transportasi darat. Umumnya kendaraan
bermotor menggunakan mesin pembakaran dalam (perkakas atau alat untuk
menggerakkan atau membuat sesuatu yg dijalankan dengan roda, digerakkan oleh
tenaga manusia atau motor penggerak, menggunakan bahan bakar minyak atau tenaga
alam). Kendaraan bermotor memiliki roda, dan biasanya berjalan di atas jalanan
Berdasarkan UU No. 14 tahun 1992 ,
yang dimaksud dengan peralatan teknik dapat berupa motor atau peralatan lainnya
yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga
gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan.Pengertian kata kendaraan bermotor
dalam ketentuan ini adalah terpasang pada tempat sesuai dengan fungsinya.
Termasuk dalam pengertian kendaraan bermotor adalah kereta gandengan atau
kereta tempelan yang dirangkaikan dengan kendaraan bermotor sebagai penariknya
Pencemaran kendaraan bermotor dikota
besar makin terasa. Pembakaran bensin dalam kendaraan merupakan lebih dari
separuh penyebab polusi udara. Disamping karbon monoksida, juga dikeluarkan
nitrogen oksida, hidro karbon, belerang oksida, karbon oksida, partikel
padatan, dan senyawa-senyawa fosfor timbale. Senyawa ini selalu terdapat dalam
bahan bakar dan minyak pelumas mesin. Rancangan mesin dan macam bensin ikut
menentukan jumlah pencemaran yang timbul. Akibat dari pembakaran bensin yang
tidak sempurna. (mukono 2005)
Karena kendaraan bermotor merupakan
sumber polutan CO yang utama, maka daerah-daerah yang berpenduduk padat dengan
lalu lintas ramai memperhatikan tingkat polusi CO yang tinggi. Konsentrasi CO
pewaktu dalam satu hari dipengaruhi oleh kesibukan atau aktifitas kendaraan
bermotor yang ada. (Fardianz, 2006). Hasil pembakaran lainnya yang dikeluarkan
kendaraan bermotor seperti Pb yang sebagai bahan tambahan scavenger. Bahan
scavenger yaitu etilendibromida (C2H4BR) dan etilendikhlorida(C2H4Ch) tidak
hanya CO dan Pb saja yang dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna oleh
kendaraan bermotor. Tetapi kendaraan bermotor juga mengeluarkan hidro karbon
(HC). (Polar, 2004)
Emisi kendaraan bermotor mengandung
berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung
dari kondisi mengemudi, jenis mesin,alat pengendali emisi bahan bakar, suhu
operasi dan faktor lain yang semuanya ini membuat pola emisi menjadi rumit.
Jenis bahan bakar pencemar yang dikeluarkan oleh mesin dengan bahan bakar
bensin maupun bahan bakar solar sebenarnya samasaja, hanya berbeda proporsinya
karena perbedaan cara operasi mesin. Secara visua lselalu terlihat asap dari
knalpot kendaraan bermotor dengan bahan bakar solar, yang umumnya tidak
terlihat pada kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin. (Tri Tugaswati. 2007).
Senyawa-senyawa di dalam gas buang
terbentuk selama energi diproduksi untuk mejalankan kendaraan bermotor.
Beberapa senyawa yang dinyatakan dapat membahayakan kesehatan adalah berbagai
oksida sulfur, oksida nitrogen, dan oksidakarbon, hidrokarbon, logam berat
tertentu dan partikulat. Pembentukan gas buang tersebut terjadi selama
pembakaran bahan bakar fosil-bensin dan solar didalam mesin. (Tri Tugaswati. 2007).
D.
Gas -gas yang dikeluarkan oleh
kendaraan bermotor
Pencemaran udara akibat kendaraan
bermotor saat ini semakin memprihatinkan. Jumlah kendaraan bermotor di
Indonesia bertambah rata-rata 12% per tahun dalam kurun waktu 2000-2003.
Sementara itu, pertumbuhan kendaraan penumpang dan komersial diproyeksikan
mencapai berturut-turut 10% dan 15% per tahun antara tahun 2004-2006. Pada
tahun 2004, total penjualan kendaraan penumpang adalah 312.865 unit, sedangkan
kendaraan komersial (bus dan truk) mencapai 170.283 unit. Pada akhir tahun 2005
dan selama tahun 2006 jumlah penjualan kendaraan penumpang dan komersial
diperkirakan mencapai 550.000 dan 600.000 unit.
Perkiraan persentase pencemar udara
di Indonesia dari sumber transportasi dapat dilihat pada tabel berikut:
No
|
Komponen Pencemar
|
Persentase
|
1
|
CO
|
70,50%
|
2
|
NOx
|
8,89%
|
3
|
Sox
|
0,88%
|
4
|
HC
|
18,34%
|
5
|
Partikel
|
1,33%
|
Total
|
100%
|
Sumber: Wardhana (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan
1. Karbon Monoksida (CO)
CO
adalah suatu gas yang tak berwarna, tidak berbau dan juga tidak berasa. Gas CO
dapat berbentuk cairan pada suhu dibawah -1920C. Gas CO sebagian besar berasal
dari pembakaran bahan bakar fosil dengan udara, berupa gas buangan. Selain itu,
gas CO dapat pula terbentuk karena aktivitas industri. Sedangkan secara
alamiah, gas CO terbentuk sebagai hasil kegiatan gunung berapi, proses biologi
dan lain-lain walaupun dalam jumlah yang sedikit (Wardhana, 2004).
CO
yang terdapat di alam terbentuk melalui salah satu reaksi berikut:
·
Pembakaran tidak lengkap terhadap karbon atau komponen yang
mengandung karbon.
·
Reaksi antara CO2 dengan komponen yang mengandung karbon
pada suhu tinggi.
·
Penguraian CO2 menjadi CO dan O. Berbagai proses geofisika
dan biologis diketahui dapat memproduksi CO, misalnya aktivitas vulkanik,
pancaran listrik dari kilat, emisi gas alami, dan lain-lain. Sumber CO lainnya
yaitu dari proses pembakaran dan industri (Fardiaz,
1992).
Nilai Ambang Batas
untuk Gas Karbon monoksida ini adalah sebesar 100 ppm. Menurut Kurniawan, sebagian
besar gas CO yang ada diperkotaan berasal dari kendaraan bermotor (80%) dan ini
menunjukkan korelasi yang positif dengan kepadatan lalu lintas dan kegiatan
lain yang ikut sebagai penyumbang gas CO di atmosfer (Sugiarta, 2008). Hasil penelitian tersebut ditegaskan oleh
penelitian yang dilakukan Sastranegara yang menyatakan hal serupa dan
menekankan bahwa semakin lama rotasi atau putaran roda kendaraan per menit,
semakin besar kadar CO yang diemisikan.
2.
Nitrogen Oksida (NOx)
Nitrogen
oksida sering disebut dengan NOx karena oksida nitrogen mempunyai dua bentuk
yang sifatnya berbeda, yaitu gas NO2 dan gas NO (Wardhana, 2004). Walaupun ada bentuk oksida nitrogen lainnya,
tetapi kedua gas tersebut yang paling banyak diketahui sebagai bahan pencemar
udara. Nitrogen dioksida (NO) berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam.
Reaksi pembentukan NO2 dari NO dan O2 terjadi dalam jumlah relatif kecil,
meskipun dengan adanya udara berlebih. Kecepatan reaksi ini dipengaruhi oleh
suhu dan konsentrasi NO. Pada suhu yang lebih tinggi, kecepatan reaksi
pembentukan NO2 akan berjalan lebih lambat. Selain itu, kecepatan reaksi
pembentukan NO2 juga dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen dan kuadrat dari
konsentrasi NO. Hal ini berarti jika konsentrasi NO bertambah menjadi dua
kalinya, maka kecepatan reaksi akan naik empat kali. Namun, jika konsentrasi NO
berkurang setengah, maka kecepatan reaksi akan turun menjadi seperempat (Fardiaz, 1992).
Nitrogen
monoksida (NO) tidak berwarna, tidak berbau, tidak terbakar, dan sedikit larut
di dalam air (Sunu, 2001). NO terdapat di udara dalam jumlah lebi besar
daripada NO. Pembentukan NO dan NO2 merupakan reaksi antara nitrogen dan
oksigen di udara sehingga membentuk NO, yang bereaksi lebih lanjut dengan lebih
banyak oksigen membentuk NO2 (Depkes).
Kadar
NOx di udara daerah perkotaan yang berpenduduk padat akan lebih tinggi
dibandingkan di pedesaan karena berbagai macam kegiatan manusia akan menunjang
pembentukan NOx, misalnya transportasi, generator pembangkit listrik,
pembuangan sampah, dan lain-lain. Namun, pencemar utama NOx berasal dari gas
buangan hasil pembakaran bahan bakar gas alam (Wardhana, 2004).
Selain
itu, kadar NOx di udara dalam suatu kota bervariasi sepanjang hari tergantung
dari intensitas sinar matahari dan aktivitas kendaraan bermotor. Dari
perhitungan kecepatan emisi NO diketahui bahwa waktu tinggal rata-rata NO2 di
atmosfer kira-kira 3 hari, sedangkan waktu tinggal NO adalah 4 hari dan gas ini
bersifat akumulasi di udara yang bila tercampur dengan air akan menyebabkan
terjadinya hujan asam (Sugiarta, 2008).
Oksida nitrogen seperti NO dan NO2 berbahaya
bagi manusia. Penelitian menunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih beracun
daripada NO. Diudara ambient yang normal, NO dapat mengalami oksidasi menjadi
NO2 yang bersifat racun. Penelitian terhadap hewan percobaan yang dipajankan NO
dengan dosis yang sangat tinggi, memperlihatkan gejala kelumpuhan sistem syarat
dan kekejangan. Penelitian lain menunjukkan bahwa tikus yang dipajan NO sampai
2500 ppm akan hilang kesadarannya setelah 6-7 menit, tetapi jika kemudian
diberi udara segar akan sembuh kembali setelah 4–6 menit. Tetapi jika pemajanan
NO pada kadar tersebut berlangsung selama 12 menit, pengaruhnya tidak dapat
dihilangkan kembali, dan semua tikus yang diuji akan mati. NO2 bersifat racun
terutama terhadap paru. Kadar NO2 yang lebih tinggi dari 100 ppm dapat
mematikan sebagian besar binatang percobaan dan 90% dari kematian tersebut
disebabkan oleh gejala pembengkakan paru (edema pulmonari). Kadar NO2 sebesar
800 ppm akan mengakibatkan 100% kematian pada binatang-binatang yang diuji
dalam waktu 29 menit atau kurang. Pemajanan NO2 dengan kadar 5 ppm selama 10
menit terhadap manusia mengakibatkan kesulitan dalam bernapas (Darmono, 2006).
3.
Belerang Oksida (Sox)
Ada
dua macam gas belerang oksida (SOx), yaitu SO2 dan SO3 . Gas SO2 berbau tajam
dan tidak mudah terbakar, sedangkan gas SO3 sangat reaktif. Konsentrasi SO2 di
udara mulai terdeteksi oleh indra penciuman manusia ketika konsentrasinya
berkisar antara 0,3-1 ppm. Gas hasil pembakaran umumnya mengandung lebih banyak
SO2 daripada SO3. Pencemaran SO di udara terutama berasal dari pemakaian
batubara pada kegiatan industri, transportasi dan lain sebagainya (Wardhana, 2004).
Pada
dasarnya semua sulfur yang memasuki atmosfer diubah dalam bentuk SO2 dan hanya
1-2% saja sebagai SO3. Pencemaran SO2 di udara berasal dari sumber alamiah
maupun sumber buatan. Sumber alamiah adalah gunung berapi, pembusukan bahan
organik oleh mikroba, dan reduksi sulfat secara biologis. Proses pembusukan
akan menghasilkan H2S yang akan berubah menjadi SO. Sedangkan sumber SO2 buatan
yaitu pembakaran bahan bakar minyak, gas, dan terutama batubara yang mengandung
sulfur tinggi (Mulia, 2005).
Pabrik
peleburan baja merupakan industri terbesar yang menghasilkan SOx. Hal ini
disebabkan adanya elemen penting alami dalam bentuk garam sulfida misalnya
tembaga (CUFeS2 dan CU2S), zink (ZnS), merkuri (HgS) dan timbal (PbS).
Kebanyakan senyawa logam sulfida dipekatkan dan dipanggang di udara untuk
mengubah sulfida menjadi oksida yang mudah tereduksi. Selain itu sulfur
merupakan kontaminan yang tidak dikehendaki di dalam logam dan biasanya lebih
mudah untuk menghasilkan sulfur dari logam kasar dari pada menghasilkannya dari
produk logam akhirnya. Oleh karena itu, SO2 secara rutin diproduksi sebagai
produk samping dalam industri logam dan sebagian akan terdapat di udara (Depkes).
Sox menimbulkan gangguan sitem pernafasan,
jika kadar 400-500 ppm akan sangat berbahaya, 8-12 ppm menimbulkan iritasi mata,
3-5 ppm menimbulkan bau.Konsentrasi gas SO2 diudara akan mulai
terdeteksi oleh indera manusia (tercium baunya) manakala kensentrasinya
berkisar antara 0,3 – 1 ppm. Jadi dalam hal ini yang dominan adalah gas SO2.
4.
Hidrokarbon (HC)
Hidrokarbon
terdiri dari elemen hidrogen dan karbon. HC dapat berbentuk gas, cairan maupun
padatan. Semakin tinggi jumlah atom karbon pembentuk HC, maka molekul HC
cenderung berbentuk padatan. HC yang berupa gas akan tercampur dengan gas-gas
hasil buangan lainnya. Sedangkan bila berupa cair maka HC akan membentuk
semacam kabut minyak, bila berbentuk padatan akan membentuk asap yang pekat dan
akhirnya menggumpal menjadi debu (Depkes).
Sumber
HC antara lain transportasi, sumber tidak bergerak, proses industri dan limbah
padat. HC merupakan sumber polutan primer karena dilepaskan ke udara secara
langsung. Molekul ini merupakan sumber fotokimia dari ozon. Bila pencemaran
udara oleh HC disertai dengan pencemaran oleh nitrogen oksida (NOx), maka akan
terbentuk Peroxy Acetyl Nitrat dengan bantuan oksigen (Sunu, 2001).
Beberapa dari bahan bahan pencemar ini
merupakan senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik dan mutagenik, seperti etilen,
formaldehid, benzena, metil nitrit dan hidrokarbon
poliaromatik (PAH). Emisi kendaraan bermotor yang mengandung senyawa
karsinogenik diperkirakan dapat menimbulkan tumor pada organ lain selain paru.
Akan tetapi untuk membuktikan apakah pembentukan tumor tersebut hanya
diakibatkan karena asap solar atau gas lain yang bersifat sebagai iritan
(Tugaswati, 2004). Menurut Anonim (2004), hidrokarbon di udara akan bereaksi
dengan bahan-bahan lain dan akan membentuk ikatan baru yang disebut plycyclic
aromatic hidrocarbon (PAH) yang banyak dijumpai di daerah industri dan
padat lalu lintas. Bila PAH ini masuk dalam paru-paru akan menimbulkan luka dan
merangsang terbentuknya sel-sel kanker. Pengaruh hidrokarbon aromatic pada
kesehatan manusia dapat terlihat pada tabel dibawah ini :
Konsentrasi Jenis
Hidrokarbon (ppm)
|
Dampak Kesehatan
|
Benzena (C6H6)
100
3000
7500
20000
|
Iritasi membran mukosa
Lemas setelah ½ – 1 jam
Pengaruh sangat berbahaya setelah pemaparan 1 jam
Kematian setelah pemaparan 5-10 menit
|
Toluena (C7H8)
200
600
|
Pusing lemah dan berkunang-kunang setelah pemaparan 8 jam
Kehilangan koordinasi bola mata terbalik setelah pemaparan
8 jam
|
5. Partikel
Partikel
adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama dengan bahan atau bentuk
pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan secara murni atau sempit sebagai
bahan pencemar yang berbentuk padatan (Mulia,
2005). Partikel merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa
organik dan anorganik yang terbesar di udara dengan diameter yang sangat kecil,
mulai dari < 1 mikron sampai dengan maksimal 500 mikron. Partikel debu tersebut
akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan
melayang-layang di udara dan masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran
pernafasan. Partikel pada umumnya mengandung berbagai senyawa kimia yang
berbeda dengan berbagai ukuran dan bentuk yang berbada pula, tergantung dari
mana sumber emisinya (Depkes).
Berbagai
proses alami yang menyebabkan penyebaran partikel di atmosfer, misalnya letusan
vulkano dan hembusan debu serta tanah oleh angin. Aktivitas manusia juga
berperan dalam penyebaran partikel, misalnya dalam bentuk partikel- partikel
debu dan asbes dari bahan bangunan, abu terbang dari proses peleburan baja, dan
asap dari proses pembakaran tidak sempurna, terutama dari batu arang. Sumber
partikel yang utama adalah dari pembakaran bahan bakar dari sumbernya diikuti
oleh proses-proses industri (Fardiaz,
1992).
E.
Dampak terhadap kesehatan
Senyawa-senyawa
di dalam gas buang terbentuk selama energi diproduksi untuk mejalankan
kendaraan bermotor. Beberapa senyawa yang dinyatakan dapat membahayakan
kesehatan adalah berbagai oksida sulfur, oksida nitrogen, dan oksida karbon,
hidrokarbon, logam berat tertentu dan partikulat. Pembentukan gas buang
tersebut terjadi selama pembakaran bahan bakar fosil-bensin dan solar didalam
mesin. Dibandingkan dengan sumber stasioner seperti industri dan pusat tenaga
listrik, jenis proses pembakaran yang terjadi pada mesin kendaraan bermotor
tidak sesempurna di dalam industri dan menghasilkan bahan pencemar pada kadar
yang lebih tinggi, terutama berbagai senyawa organik dan oksida nitrogen,
sulfur dan karbon.
Selain
itu gas buang kendaraan bermotor juga langsung masuk ke dalam lingkungan jalan
raya yang sering dekat dengan masyarakat, dibandingkan dengan gas buang dari
cerobong industri yang tinggi. Dengan demikian maka masyarakat yang tinggal
atau melakukan kegiatan lainnya di sekitar jalan yang padat lalu lintas kendaraan
bermotor dan mereka yang berada di jalan raya seperti para pengendara bermotor,
pejalan kaki, dan polisi lalu lintas, penjaja makanan sering kali terpajan oleh
bahan pencemar yang kadarnya cukup tinggi. Estimasi dosis pemajanan sangat
tergantung kepada tinggi rendahnya pencemar yang dikaitkan dengan kondisi lalu
lintas pada saat tertentu.
Keterkaitan
antara pencemaran udara di perkotaan dan kemungkinan adanya resiko terhadap
kesehatan, baru dibahas pada beberapa dekade be lakangan ini. Pengaruh yang
merugikan mulai dari meningkatnya kematian akibat adanya episod smog sampai
pada gangguan estetika dan kenyamanan. Gangguan kesehatan lain diantara kedua
pengaruh yang ekstrim ini, misalnya kanker pada paru-paru atau organ tubuh
lainnya, penyakit pada saluran tenggorokan yang bersifat akut maupun khronis,
dan kondisi yang diakibatkan karena pengaruh bahan pencemar terhadap organ lain
seperti paru, misalnya sistem syaraf. Karena setiap individu akan terpajan oleh
banyak senyawa secara bersamaan, sering kali sangat sulit untuk menentukan
senyawa mana atau kombinasi senyawa yang mana yang paling berperan memberikan
pengaruh membahayakan terhadap kesehatan.
Bahaya
gas buang kendaraan bermotor terhadap kesehatan tergantung dari toksiats (daya
racun) masing-masing senyawa dan seberapa luas masyarakat terpajan olehnya.
Beberapa faktor yang berperan di dalam ketidakpastian setiap analisis resiko
yangndikaitkan dengan gas buang kendaraan bermotor antara lain adalah :
1. Definisi
tentang bahaya terhadap kesehatan yang digunakan
2. Relevansi
dan interpretasi hasil studi epidemiologi dan eksperimental
3. Realibilitas
dari data pajanan
4. Jumlah
manusia yang terpajan
5. Keputusan
untuk menentukan kelompok resiko yang mana yang akan dilindungi
6. Interaksi
antara berbagai senayawa di dalam gas buang, baik yang sejenis maupun antara
yang tidak sejenis
7. Lamanya
terpajan (jangka panjang atau pendek)
Pada umumnya istilah dari bahaya terhadap
kesehatan yang digunakan adalah pengaruh bahan pencemar yang dapat
menyebabkan meningkatnya resiko atau penyakit atau kondisi medik lainnya pada
seseorang ataupun kelompok orang. Pengaruh ini tidak dibatasi hanya pada
pengaruhnya terhadap penyakit yang dapat dibuktikan secara klinik saja, tetapi
juga pada pengaruh yang pada suatu mungkin juga dipengaruhi faktor lainnya
seperti umur misalnya.
Berdasarkan sifat kimia dan perilakunya
di lingkungan, dampak bahan pencemar yang terkandung di dalam gas buang
kendaraan bermotor digolongkan sebagai berikut :
1. Bahan-bahan
pencemar yang terutama mengganggu saluran pernafasan.
Organ pernafasan merupakan bagian yang
diperkirakan paling banyak mendapatkan pengaruh karena yang pertama berhubungan
dengan bahan pencemar udara. Sejumlah senyawa spesifik yang berasal dari gas
buang kendaraan bermotor seperti oksida - oksida sulfur dan nitrogen,
partikulat dan senyawa-senyawa oksidan, dapat menyebabkan iritasi dan radang
pada saluran pernafasan. Walaupun kadar oksida sulfur di dalam gas buang
kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin relatif kecil, tetapi tetap
berperan karena jumlah kendaraan bermotor dengan bahan bakar solar makin
meningkat. Selain itu menurut studi epidemniologi, oksida sulfur bersama dengan
partikulat bersifat sinergetik sehingga dapat lebih meningkatkan bahaya
terhadap kesehatan.
a. Oksida
sulfur dan partikulat
Sulfur dioksida (SO2) merupakan gas
buang yang larut dalam air yang langsung dapat terabsorbsi di dalam hidung dan
sebagian besar saluran ke paru-paru. Karena partikulat di dalam gas buang
kendaraan bermotor berukuran kecil, partikulat tersebut dapat masuk sampai ke
dalam alveoli paru-paru dan bagian lain yang sempit. Partikulat gas buang
kendaraan bermotor terutama terdiri jelaga (hidrokarbon yang tidak terbakar)
dan senyawa anorganik (senyawa-senyawa logam, nitrat dan sulfat). Sulfur
dioksida di atmosfer dapat berubah menjadi kabut asam sulfat (H2SO4) dan
partikulat sulfat. Sifat iritasi terhadap saluran pernafasan, menyebabkan SO2
dan partikulat dapat membengkaknya membran mukosa dan pembentukan mukosa dapat
meningkatnya hambatan aliran udara pada saluran pernafasan. Kondisi ini akan
menjadi lebih parah bagi kelompok yang peka, seperti penderita penyakit jantung
atau paru-paru dan para lanjut usia.
b. Oksida
Nitrogen
Diantara berbagai jenis oksida
nitrogen yang ada di udara, nitrogen dioksida (NO2) merupakan gas yang paling
beracun. Karena larutan NO2 dalam air yang lebih rendah dibandingkan dengan
SO2, maka NO2 akan dapat menembus ke dalam saluran pernafasan lebih dalam.
Bagian dari saluran yang pertama kali dipengaruhi adalah membran mukosa dan jaringan
paru. Organ lain yang dapat dicapai oleh NO2 dari paru adalah melalui aliran
darah.
Karena data epidemilogi tentang
resiko pengaruh NO2 terhadap kesehatan manusia sampai saat ini belum lengkap,
maka evaluasinya banyak didasarkan pada hasil studi eksprimental. Berdasarkan
studi menggunakan binatang percobaan, pengaruh yang membahayakan seperti
misalnya meningkatnya kepekaan terhadap radang saluran pernafasan, dapat
terjadi setelah mendapat pajanan sebesar 100 μg/m3 . Percobaan pada manusia
menyatakan bahwa kadar NO2 sebsar 250 μg/m3 dan 500 μg/m3 dapat mengganggu
fungsi saluran pernafasan pada penderita asma dan orang sehat.
c. Ozon
dan Oksida lainnya
Karena
ozon lebih rendah lagi larutannya dibandingkan SO2 maupun NO2, makahampir semua
ozon dapat menembus sampai alveoli. Ozon merupakan senyawa oksidan yang paling kuat dibandingkan
NO2 dan bereaksi kuat dengan jaringan tubuh. Evaluasi tentang dampak ozon dan
oksidan lainnya terhadap kesehatan yang dilakukan oleh WHO task group menyatakan
pemajanan oksidan fotokimia pada kadar 200-500 μg/m³ dalam waktu singkat dapat
merusak fungsi paru-paru anak, meningkat frekwensi serangan asma dan iritasi
mata, serta menurunkan kinerja para olaragawan
2. Bahan-bahan
pencemar yang menimbulkan pengaruh racun sistemik
Karbon monoksida dapat terikat dengan
haemoglobin darah lebih kuat dibandingkan dari oksigen membentuk
karboksihaemoglobin (COHb), sehingga menyebabkan terhambatnya pasokan oksigen
ke jaringan tubuh. Pajanan CO diketahui dapat mempengaruhi kerja jantung (sistem
kardiovaskuler), sistem syaraf pusat, juga janin, dan semua organ tubuh yang
peka terhadap kekurangan oksigen.
Pengaruh CO terhadap sistem
kardiovaskuler cukup nyata teramati walaupun dalam kadar rendah. Penderita
penyakit jantung dan penyakit paru merupakan kelompok yang paling peka terhadap
pajanan CO. Studi eksperimen terhadap pasien jantung dan penyakit pasien paru,
menemukan adanya hambatan pasokan oksigen ke jantung selama melakukan latihan
gerak badan pada kadar COHb yang cukup rendah 2,7 %. Pengaruh pajanan CO kadar
rendah pada sistem syaraf dipelajari dengan suatu uji psikologi. Walaupun
diakui interpretasi dari hasil uji seperti ini sulit ditemukan bahwa kadar COHb
16 % dianggap membahayakan kesehatan. Pengaruh bahaya ini tidak ditemukan pada
kadar COHb sebesar 5%.
Pengaruh terhadap janin pada prinsipnya
adalah karena pajanan CO pada kadar tinggi dapat menyebabkan kurangnya pasokan
oksigen pada ibu hamil yang konsekuennya akan menurunkan tekanan oksigen di
dalam plasenta dan juga pada janin dan darah. Hal ini dapat menyebabkan
kelahiran prematur atau bayi lahir dengan berat badan rendah dibandingkan
normal.
Menurut evaluasi WHO, kelompok penduduk
yang peka (penderita penyakit jantung atau paru-paru) tidak boleh terpajan oleh
CO dengan ka dar yang dapat membentuk COHb di atas 2,5%. Kondisi ini ekivalen
dengan pajanan oleh CO dengan kadar sebesar 35 mg/m3 selama 1 jam, dan 20 mg/mg
selama 8 jam. Oleh karena itu, untuk menghindari tercapainya kadar COHb 2,5-3,0
% WHO menyarankan pajanan CO tidak boleh melampaui 25 ppm (29 mg/m3) untuk
waktu 1 jam dan 10 ppm (11,5 mg/mg3) untuk waktu 8 jam.
3. Bahan
pencemar yang dicurigai menimbulkan kanker
Pembakaran didalam mesin menghasilkan
berbagai bahan pencemar dalam bentuk gas dan partikulat yang umumnya berukuran
lebih kecil dari 2μm. Beberapa dari bahanbahan pencemar ini merupakan
senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik dan mutagenik, seperti etilen,
formaldehid, benzena, metil nitrit dan hidrokarbon
poliaromatik (PAH). Mesin solar akan menghasilkan partikulat dan
senyawa-senyawa yang dapat terikat dalam partikulat seperti PAH, 10 kali lebih
besar dibandingkan dengan mesin bensin yang mengandung timbel. Untuk beberapa
senyawa lain seperti benzena, etilen, formaldehid, benzo(a)pyrene dan metil
nitrit , kadar di dalam emisi-mesin bensin akan sama besarnya dengan mesin
solar.
Mengesampingkan pengaruh yang langka
akibat pencemaran, seperti penyakit tumor dan kangker semata-mata berdasarkan
hasil studi epidemiologi yang negatif, sebenarnya kurang tepat. Pada studi yang
melibatkan populasi kecil (misalnya 1000 orang) terasa wajar apabila hasil
studi tentang sejenis tumor yang hanya terjadi pada beberapa kasus per 100.000
orang, menjadi negatif. Kesulitan menjadi lebih besar apabila pengaruh yang
dicari tersebut dapat timbul karena hal lain, dapat diperkirakan bahwa
persentase peningkatan dalam prevalensi akan sangat kecil.
Hal yang sama ditemukan pada studi
eksperimental. Di dalam studi eksperimental, adanya hubungan antara dosis dan
respons untuk dosis rendah sangat sulit untuk dibuktikan, karena kecilnya
jumlah orang yang dapat diteliti. Pengaruh jangka panjang bisa dilaksanakan
pada binatang percobaan, tetapi lagi-lagi di dalam mengekstrapolasikan penemuan
tersebut untuk manusia sering tidak pasti. Hal yang sering ditemui dalam studi
eksperimental seperti ini adalah kesulitan untuk mensimulasikan kondisi pajanan
yang sebenarnya.
Karena itu maka evaluasi secara ilmiah
tentang dampak dari suatu pencemaran terhadap kesehatan, apabila mungkin, harus
didasarkan pada sifat kimiawi dari tiap senyawa, metabolismenya dan sifat umum
lainnya, di samping yang juga ditemukan dalam studi epidemiologi dan
eksperimental.
F.
Penanggulangan pencemaran udara oleh
emisi buang kendaraan bermotor
Untuk menanggulangi pencemaran udara
akibat kendaraan bermotor,diperlukan usaha yang membutuhkan dukungan dari
segala pihak. Contohnya seperti mensosialisasikan pemasangan ‘catalyst and
converter kit’ yakni converter yang dipasang di saluran pembuangan
(knalpot) pada kendaraan bermotor. Catalyst and converter kit yang
sekarang dikembangkan menggunakan bahan
Rhodium yang mampu mengubah NOx dan COx menjadi NO2 (Nitrogen +Oxygen) dan CO2 (Carbon + Oxygen). (Komite
Penghapusan Bensin Bertimbal. 1999.)
Untuk di sekitar daerah perkotaan
dan jalan raya yang padat, dapatditanami tanaman atau pepohonan yang memiliki
banyak daun agar proses fotosintesis oleh tumbuhan di siang hari dapat menyerap
karbondioksida denganlebih banyak. (Komite Penghapusan Bensin Bertimbal. 1999.)
Namun selain cara diatas, sebenarnya
banyak yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan akibat pencemaran
udara yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Namun hanya sedikit yang mau
menerapkannya karena kurangnya kesadaran akan lingkungan. Yang perlu diperbaiki
sebenarnya adalah manusia yang melakukan pencemaran udara itu sendiri.
Kesadaran akan lingkungan yang kurang menyebabkan manusia itu tidak mau tahu
akan kerusakan lingkungan yang dilakukannya. Namun terlepas dari semua itu
apabila adakesadaran akan lingkungan, sebenarnya ada beberapa usaha yang dapat
dilakukanguna mengurangi dampak dari pencemaran udara itu sendiri yang
diantaranya adalah:
a. Usaha dari Pihak Pemerintah dan
Dinas Perhubungan:
1. Pemberian
keringanan pajak untuk bea-impor conversion kit , sehingga harga
jualnya dapat ditekan dan terjangkau oleh masyarakat.
2. Peraturan
pemerintah yang mewajibkan kepada Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM) untuk
memasang Catalytic Converter pada setiap kendaraan baru yang sudah
diproduksi.
3. Penerbitan
surat intruksi agar diadakan penelitian pengembangan bahan bakar nabati
(BBN) yang lebih intensif oleh intansi-intansi bidang energy.
4. Penerbitan
surat keputusan mengenai jumlah kendaraan bermotor yang diperbolehkan
diproduksi di Indonesia dan masing-masing daerah.
5. Penarikan
dan pembatasan mobil dinas pribadi dan pengadaan bus-bus angkutan bagi pegawai
negeri sipil di masing-masing intansi guna menekan jumlah kendaraan bermotor.
6. Melakukan
perluasan jalan raya agar tidak terjadi kemacetan, karenadalam kemacetan emisi
buang kendaraan bermotor relatif tinggi.
b. Usaha
dari Pihak Masyarakat
1. Hindari
pemakaian kendaraan bermotor apabila dapat ditempuh dengan jalan kaki (ke
mesjid misalnya).
2. Lakukan
perawatan terhadap kendaraan bermotor anda agar mesinnya tetap berfungsi baik
dan dapat melakukan pembakaran dengan sempurna dan memasang filter atau
‘Ncatalyst kit’ yang dianjurkan pada knalpot
3. Mengurangi
aktivitas di luar rumah yang tidak perlu dan mempergunakan kendaran bermotor
4. Usaha
dari Pihak Swasta (Produsen Kendaraan Bermotor
5. Memasang
filter atau catalyst kit´ pada kendaraan yang diproduksi.
6. Pengurangan
kapasitas mesin agar pembakaran lebih sedikit, efisien dan hemat BBM.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis
Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan adalah survey deskriptif yaitu suatu penelitian yang
dilakukan untuk mendapatkan gambaran pencemaran udara dari gas buang emisi kendaraan bermotor di wilayah
makassar
B.
Lokasi
Penelitian
Lokasi
penelitian berada dalam wilayah Propinsi Sulawesi Selatan yaitu Kota Makassar.
Penetapan lokasi penelitian dengan pertimbangan sebagai berikut:
c.
Merupakan Pusat Kawasan
Strategis Nasional di kawasan timur Indonesia.
d.
Merupakan Kota
Metropolitan yang berbatasan dengan 3 Kabupaten (Kabupaten Maros, Gowa dan Takalar).
e.
Pertumbuhan jumlah
kendaraan yang cukup pesat (10 – 15% per tahun)
C.
Populasi
Dan Sampel
1.
Populasi
Populasi
penelitian atau universe adalah
keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2005).
Populasi
yang penulis gunakan sebagai objek penelitian yaitu semua jalan raya yang
terletak di kota Makassar yang terpapar dengan emisi gas buang dari kendaraan
bermotor
2.
Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari
keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005).
Sampel
penelitian yang
diambil yaitu sebagian jalan raya yang ada di kota Makassar (Jl. Ahmad Yani,
Jl. Sultan Alauddin, dan Perintis Kemerdekaan)
D.
Instrumen
Penelitian
Dalam
penelitian ini, instrument yang digunakan adalah dengan observasi langsung dan
melihat beberapa literatur tentang emisi gas buang dari kendaraan bermotor di
kota Makassar.
E.
Analisis
Dan Penyajian Data
Analisis
data dilakukan dengan analisis deskriptif dilanjutkan dengan penyajian data dengan
memberikan gambaran tentang emisi gas buang kendaraan bermotor di kota
Makassar.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Kota Makassar termasuk daerah yang
beriklim tropis, karena letaknya menghampiri garis khatulistiwa. Berdasarkan
pencatatan Stasiun Meteorologi Maritim Paotere, karakteristik iklim Kota
Makassar pada tahun 2009 sebagai berikut (BPS, 2010):
1. Kelembaban
udara berkisar antara 67% (bulan Agustus) - 90% (bulan Januari) dengan lama
penyinaran matahari rata-rata 70 persen.
2. Curah
hujan tahunan rata-rata 2560.8 mm, dimana curah hujan tertinggi dicapai pada
bulan Januari dengan rata-rata 922.8 mm/bulan dan terendah pada bulan Oktober
berkisar 15.7 mm/bulan dengan jumlah hari hujan sekitar 128 hari hujan per
tahun.
3. Temperatur
udara rata-rata di Kota Makassar berkisar antara 26.2 – 29.3° C.
4. Kecepatan
angin rata-rata 5.2 Knot/Jam
Menurunnya
kualitas udara ternyata telah secara nyata dirasakan oleh masyarakat. Studi
yang dilakukan oleh KNLH (2006) di lima kota besar Indonesia antara lain DKI Jakarta,
Surabaya, Medan, Banjarmasin dan Makassar menunjukkan 90% dari jumlah total
responden percaya bahwa kualitas udara sudah sangat buruk. Studi ini juga
menunjukkan bahwa 82% dari responden percaya bahwa buruknya kualitas udara
memberikan dampak negatif bagi kesehatan, 67% responden berpendapat bahwa
sektor transportasi merupakan penyebab utama dari pencemaran udara yang
terjadi.
Perkembangan kota dan pertumbuhan jumlah kendaraan serta
pemakaian bahan bakar minyak sebagai sumber energi yang tak terbarukan dan
penghasil emisi karbon tertinggi menyebabkan total emisi karbon dioksida (CO2)
akan bersifat sebagai gas rumah kaca dan sangat berpotensi dalam pemanasan
global atau pun perubahan iklim yang akan berdampak negatif pada pertumbuhan
ekonomi dan kualitas hidup warga kota.
Kota Makassar sebagai salah satu kota metropolitan dengan
jumlah kendaraan yang sangat padat berpotensi mengalami kondisi yang seperti di
atas, disamping semakin berkurangnya daya dukung lingkungan, baik yang
disebabkan oleh polusi dari industri dan rumah tangga maupun dari emisi
kendaraan yang jumlah pencemaranya lebih besar dibanding yang lainya.
Berdasarkan data kualitas udara ambien Kota Makassar yang
diukur dari tahun 2001-2005 di beberapa lokasi yang dijadikan sebagai
sampel yaitu : pusat kota di Lapangan
Karebosi dan di depan Stadion Mattoanging, kawasan pemukiman di Panakukkang, jalan
Urip Sumoharjo, kawasan perdagangan di Pasar Sentral dan Pasar pannampu, dan
kawasan industri di depan PT. Berdikari dan Kawasan Industri Makassar (KIMA).
Hasil pengukuran tersebut menyimpulkan bahwa kondisi
udara berdasarkan parameter pencemar dan indikasi sumbernya (Bapeda Kota
Makassar, 2001-2005) yaitu :
a.
Karbon monoksida
(CO) dengan baku mutu 24 jam : 150 ug/Nm3. Walaupun tidak melampaui
baku mutu (PP No. 41 Tahun 1999) kadar CO tertinggi di Pasar Pannampu (44,96
ug/Nm3) dan jalan Urip Sumoharjo (44,57 ug/Nm3) serta terendah di Lapangan Karebosi (16,46
ug/Nm3).
b.
Nitrogen Diksida
(NO2) dengan baku mutu 24 jam : 150 ug/Nm3. Walaupun
tidak melampaui baku mutu (PP No. 41 Tahun 1999) kadar NO2 tertinggi
di PT. Berdikari (93,17 ug/Nm3), Panakkukang (81,53 ug/Nm3),
KIMA (68,33 ug/Nm3), dan Pasar Sentral (68,33 ug/Nm3)
serta terendah di Stadion Mattoangin (4.08 ug/Nm3).
c.
Oksidan (O3)
dengan baku mutu 1 jam : 235 ug/Nm3. Walaupun tidak melampaui baku
mutu (PP No. 41 Tahun 1999) kadar O3 tertinggi di Panakkukang (89,98
ug/Nm3) dan terendah di Pasar Pannampu (17,34 ug/Nm3).
d.
Sulfur Dioksida (SO2)
dengan baku mutu 24 jam : 365 ug/Nm3. Walaupun tidak melampaui baku
mutu (PP No. 41 Tahun 1999) tertinggi di
jalan Urip Sumoharjo (332 ug/Nm3), dan di lapangan karebosi (262,27
ug/Nm3) serta terendah di panakkukang (5,14 ug/Nm3).
e.
Debu (TSP) dengan
baku mutu 24 jam : 230 ug/Nm3. Telah melampaui baku mutu (PP No. 41
Tahun 1999) tertinggi di jalan Urip Sumoharjo (622 ug/Nm3) dan
Lapangan Karebosi (609 ug/Nm3) serta terendah di KIMA (109 ug/Nm3).
f.
Timbal (Pb) dengan
baku mutu 24 jam : 2 ug/Nm3. Telah melampaui baku mutu (PP No. 41
Tahun 1999) di Pasar Pannampu (2,21 ug/Nm3) dan jalan Urip Sumoharjo
(2,15 ug/Nm3) dan terendah di Lapangan Karebosi (0,142 ug/Nm3).
Berdasarkan data
hasil pemantauan diatas dapat disimpulkan bahwa sumber pencemaran udara di Kota
Makassar adalah emisi dari kendaraann bermotor, karena berdasarkan lokasi
pengamatan dengan tingkat pencemaran tertinggi terdapat di kawasan yang padat
lalu lintas dan padat pemukiman penduduk. Sedangkan kualitas udara di kawasan
lain yang tidak padat lalu lintas relatif masih dibawah nilai baku mutu udara
ambien.
Dari
data penelitian tahun 2006 tingkat emisi kendaraan bermotor yang menggunakan
bahan bakar di kota Makassar yang dilakukan pengamatan selama tiga hari di lokasi penelitian yaitu balai
kota Makassar Jl. Ahmad Yani, Jl. Perintis Kemerdekaan dan Jl. Sultan Alauddin.
Yaitu :
Tabel 1. Hasil uji emisi gas buang kendaraan bermotor Kota Makassar 2006
Berdasarkan
hasil pengujian diatas yang dilakukan tiga hari di tiga lokasi diatas dapat
disimpulkan bahwa dari tiga lokasi
yang menjadi titik sampel penelitian kadar emisi paling tinggi yaitu gas CO2
rata-rata sebesar 10,78 % sedangkan nilai emisi idealnya untuk gas CO2
yaitu > 12,0 % sehingga dalam hal ini dinilai tidak ideal, tingginya gas CO2
akan berdampak Selain
aktivitas pembakaran sampah non-organik yang menimbulkan asap hitam yang
mengepul di udara, sistem pernafasan kita juga menghasilkan gas karbondioksida,
hanya saja gas karbondioksida yang keluar dari sistem pernafasan kita tidak
menimbulkan dampak negatif yang berarti, sebab pembakaran zat makanan oleh
oksigen di dalam tubuh kita merupakan pembakaran sempurna, sedangkan pembakaran
sampah non-organik merupakan pembakaran tidak sempurna karena menghasilkan asap
yang mengganggu pernafasan dan juga mencemari udara di lingkungan sekitar
dengan gas karbondioksida yang beracun. Pembakaran sempurna tidak menghasilkan
kepulan asap yang mengganggu sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan,
sedangakan pembakaran yang tidak sempurna seperti inilah yang seharusnya kita
hindari, sebab dengan adanya pembakaran tidak sempurna ini dapat merusak
lapisan ozon yang selama ini telah melindungi kita dari sengatan sinar matahari
yang dapat membakar kulit.
Kadar emisi
gas karbon monoksida (CO) rata-rata sebesar 3,79 % sedangkan nilai idealnya untuk
gas CO yaitu < 2,0 % sehingga dinilai tidak ideal. Tingginya konsentrasi gas
CO di udara utamanya disebabkan oleh kegiatan kendaraan bermotor maupun
kegiatan atau aktifitas industri. Hal ini dapat berdampak bagi lingkungan
maupun kesehatan.
Orang yang
rentan terpajan dengan gas CO
termasuk
polisi lalu lintas atau tukang pakir, pekerja bengkel mobil, petugas industri,
masyarakat umum dan pemadam kebakaran. Karbon monoksida sangatlah beracun, Paparan
dengan karbon monoksida dapat mengakibatkan keracunan
sistem saraf pusat dan
jantung. Karbon
monoksida juga memiliki efek-efek buruk bagi
bayi dari wanita hamil.
Gejala dari keracunan ringan meliputi sakit kepala dan mual-mual pada
konsentrasi kurang dari 100 ppm. Konsentrasi serendah 667 ppm dapat menyebabkan
50% hemoglobin tubuh berubah menjadi
karboksihemoglobin
(HbCO). Karboksihemoglobin cukup stabil, namun perubahan ini reversibel.
Karboksihemoglobin tidaklah efektif dalam menghantarkan oksigen, sehingga
beberapa bagian tubuh tidak mendapatkan oksigen yang cukup. Sebagai akibatnya,
paparan pada tingkat ini dapat membahayakan jiwa.
Hidrokarbon
(HC) terjadi karena bahan bakar
belum terbakar tetapi sudah terbuang bersama gas buang akibat pembakaran kurang
sempurna dan penguapan bahan bakar. Senyawa hidrokarbon (HC) dibedakan menjadi
dua yaitu bahan bakar yang tidak terbakar sehingga keluar menjadi gas mentah,
serta bahan bakar yang terpecah karena reaksi panas berubah menjadi gugusan HC
lain yang keluar bersama gas buang. Senyawa HC akan berdampak terasa pedih di
mata, mengakibatkan tenggorokan sakit, penyakit paru-paru dan kanker.
Berdasarkan data dari tabel di atas Kadar emisi gas Hidrokarbon (HC) rata-rata
sebesar 748 ppm, sedangkan nilai idealnya < 200 ppm sehingga dinilai tidak ideal
atau mencemari lingkungan. Berdasarkan studi litelatur yang dilakukan ditemukan
bahwa penyumbang gas Hidrokarbon terbesar berasal dari kendaraan bermotor, hal
ini semakin diperparah dengan semakin menigkatnya jumlah kendaraan dan kondisi
lingkungan yang semakin kritis.
Emisi gas
buang kendaraan dan kualitas udara ambien di Kota Makassar secara langsung
saling mempengaruhi, karena semakin tinggi emisi gas buang kendaraan dalam
jumlah kumulatif di jalan raya akan mempengaruhi kualitas udara secara
keseluruhan.
Berdasarkan
dari data tabel diatas secara umum dapat disimpulkan bahwa di lokasi yang
menjadi titik sampel penelitian teridentifikasi tingkat emisi rata-rata
kendaraan di wilayah pusat kota kecamatan Ujungpandang (Jl. Ahmad Yamin) adalah
rendah, di wilayah transisis kota kecamatan Panakukkang (Jl. Sultan Alauddin)
adalah sedang, dan di wilayah pinggiran kota kecamatan Biringkanaya (Jl.
Perintis Kemerdekaan) adalah tinggi.
Selain itu
kualitas udara ambien di lokasi penelitian sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor diantaranya tingginya aktifitas penduduk serta tingkat kepadatan lalu
lintas kendaraan, sehingga kualitas udara ambien Kota dalam jangka waktu
panjang terus mengalami penurunan sejalan dengan semakin menigkatnya jumlah
emisi kendaraan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
1.
Perlunya pengimplementasian kebijakan penggunaan
transportasi massal (busway), bahan bakar ramah lingkungan (BBG), dan inspection & maintenance untuk tetap
menjaga kualitas udara di Kota Makassar.
2.
Pengimplementasian kebijakan yang mendukung pemanfaatan
bahan bakar alternatif ramah lingkungan sebagai subtitusi BBM untuk mereduksi
beban emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar.
3.
Perlunya dilakukan pemantauan secara perodik kualitas
udara ambien di beberapa titik yang rawan terjadi pencemaran polutan untuk
mengetahui tingkat kualitas udara sehingga dapat dilakukan pengendalian yang
efektif.
4.
Perlunya suatu
kebijakan lingkungan berbasis insentif ekonomi yang dapat dimanfaatkan untuk
membangun berbagai fasilitas transportasi publik dalam rangka mengatasi
pencemaran udara dari emisi kendaraan bermotor,
perbaikan lingkungan secara umum.
DAFTAR PUSTAKA
Siswantoro. 2011. Lagiyono Dkk. Analisa Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor 4 Tak Berbahan Bakar
Campuran Premium Dengan Variasi Penambahan Zat Adiktif. Jurnal Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Pancasakti Tegal.
------------. 2006. Penilaian
dan Penataan Kawasan Rawan Polusi Emisi Kendaraan. Jurnal Institut
Pertanian Bogor.